Selasa, 29 Desember 2009

Om-ku

Sambil menulis judul 'om-ku sayang', aku mengingat-ingat apa yang dilakukan om-ku untukku. Karena ini tugas sekolah untuk menulis tentang orang yang kita sayangi. Terutama om-ku. Banyak yang sudah kami lalui bersama sejak kedua orang tuaku tiada karena kecelakaan. Akan ku-tulis satu per satu.

Omku sayang.....
Sejak kedua orang tuaku meninggal karena sebuah kecelakaan, aku di temani om Danu. Ia seperti ayah kandungku sendiri. Omku itu bekerja di sebuah kantor swasta. Setiap malam minggu, aku diajak jalan-jalan om Danu dan Tante Alin. Juga anak Om Danu, Arif. Walaupun laki-laki, dia tidak nakal selayaknya anak laki-laki yang sebenarnya.
Aku dibuatkan kamar sesuai seleraku oleh Om Danu. Ruang kerjanya beliau relakan untuk kamarku. Dinding yang semula merah menjadi biru muda. Ada ranjang, sofa, keset, gorden, kotak mainan, meja belajar, lemari baju, dan sebagainya. Aku pun di angkat menjadi anak Om Danu dan Tante Alin. Aku kadang masih memanggil Om Danu dengan sebutan 'Om' yang seharusnya Papa. Aku sangat sayang dengan Om Danu.
Pernah suatu saat aku tertabrak motor Tangan kananku patah, aku langsung dibawa pengendara motor itu ke rumah sakit. Om Danu datang bersama Arif dan Tante Alin. Mereka membawakanku buah-buahan yang kusuka. Om Danu tidak memarahiku karena aku tidak menengok kiri dan kanan. Tapi Om Danu menasihatiku agar lebih hati-hati. Tiap malam aku belajar di ajari Tante Alin yang bekerja sebagai guru sekolahku. Om Danu selalu menghadiahkanku buku cerita dan pelajaran tiap aku berulang tahun dan saat berjalan-jalan.
Aku selalu berdo'a untuk kedua orang tuaku di atas sana. Semoga mereka diterima di sisi Allah.

Tak terasa, air mataku melele. Aku mengusapnya dengan sapu tangan hadiah dari Mama atau Tante Alin.
"Kenapa kok nangis, sayang?" Tante Alin mengusap rambut hitam sepunggungku.
"Nggak papa, Ma. Cuma teringat kejadian-kejadian yang sudah berlalu." Aku menutup kertas.
"Oh... ya sudah. Bentar lagi Papa pulang. Kita mau diajak makan di luar. Ayo, sekarang sholat maghrib lalu ganti baju ya...."
Aku mengambil air wudhu lalu shlat bersama Arif dan Mama.
Aku berdo'a dalam hati.....

Ya Allah.... tempatkan kedua orang tuaku di tempat yang sudah kau janjikan....
Ya Allah....aku bersyukur kau telah menempatkanku di tengah-tengah keluarga ini....
Ya Allah....buat aku menjadi anak yang sholeh.....
Amin....

Aku melipat mukenaku dan ganti baju. Aku merasa bersyukur menjadi anak angkat Om Danu. Di sini tenpatku di sayang, di manja, dan mendapat perhatian.


Minggu, 27 Desember 2009

Ke Pantai

Ini pengalamanku kemarin hari Minggu tanggal.... berapa ya? Lupa!

Kemarin lusa, kata Budhe Ar (sebut saja begitu), besok pagi mau ke pantai. "Sayang aku nggak ikut." Keluh Mas Farr. Nggak cuma Mas Farr, orang tuaku juga tidak. Aku menghabiskan liburan sisa di rumah kakek-nenek dan sepupu.
Aku segera tidur. Sebenarnya nggak ingin, sepupu perempuanku (Mbak Shii) juga nggak ingin. Maka, saat lampu di matikan, aku menyalakan senter kecil dan menyalakan handphone di aplikasi opera mini. Kami membaca cerita anak di internet hingga pukul sepuluh dan tertidur...

KEESOKAN PAGINYA....

"Ayo. Bangun! Bangun! Nyuci! Nyapu! Bangun! Jangan cuma tidur...!!!!" Mbah ( nenek) ku memang begitu. Di sini, perempuan harus mencuci, mencuci piring, memasak, nyapu halaman yang luas..... tapi asyik juga walaupun awalnya bete. :P
Setelah bantu-bantu, kami pun mandi. Karena pantainya jauh, jadi agar sedikit sejuk, kami mandi dulu. Apa lagi nanti yang ikut banyak. Kan panas mobilnya?
Setelah menyiapkan pakaian dan berpakaian rangkepan, kami semua masuk kemobil Kijang. Baru setengah jam aja, semua i\udah pada molor. Kecuali yang menyetir. (kalo tidur, nambar dong!!!!)

Seperti lima menit saja, udara laut langsung tercium. Kami semua turun dari mobil dan meletakkan barang-barang di kursi bambu kosong di bawah pohon yang rimbun. Aku membuka baju rangkepan dan langsung berlari menuju air laut. Dari jauh terlihat biru. Tapi ternyata, airnya bening!!! Bening banget, Aku bisa melihat batu karang yang indah terkena pantulan cahaya matahari. Udah gitu pasirnya putih... Aku melihat bulu babi. Aku ingin mengambilnya, membakarnya, dan memakannya. Tapi pakai apa dong. Kalau pake tangan, bisa gatel-gatel. Aku ngambil tongkat kayu. Om-ku udah bisa dapet satu. Aku mencoba. Tapi, ternyata susah banget!!!! Aku putuskan dan rela tidak mencoba bulu babi. Aku menyusul Om Bond bersama ke-empat sepupu laki-laki kecil SD kelas 1 dan tk B.

Wah... ternyata, mereka menunggu ombak. Aku duduk, memang dangkal, aku menutup mata, agar tidak kemasukan air, menutup rapat bibir agar tidak ke-minum, dan menutup telinga agar tidak kemasukan air pula. Tiba-tiba, waktu sepupu perempuanku mengajak ngobrol sambil menutup mata, ombak yang menenggelamkan aku menyerang! Air laut yang asin masuk ke mulut.

"PUHHH!!! Kan udah di bilangin, jangan ngajak ngobrol. Apa lagi tentang batu yang kamu temuin, kamu juga maksa aku liat lagi.... Kena batunya deh...." Aku protes.
"Udah, mendingan kita balik aja. Jadi bisa ngobrol dan membuka mata." Kata sepupu perempuanku yang lain bernama Mbak Nass.

Kami bermain du situ hingga puas!!!! Apa lagi, ni pantai di Jogja dan di sebuah desa yang sangat terpencil. Juga tidak terkenal. Kapan-kapan aku ingin ke situ lagi dan mengajak keluargaku. Agar bisa melihat laut yang indah ini!!!

*Sori ya guys! Aku nggak bisa ngasih liat fotonya. Soalnya handphone-ku disuruh ditinggal di kursi bambu, dan kebetulan, baterainya juga mau abis..... :P

Minggu, 13 Desember 2009

Tanaman dari Nyonya Andrea

Nisa termenung di depan jendela. Hujan turun dengan derasnya. Membasahi kebun bunga yang baru saja ia siram. Namun entah kenapa. Tiba-tiba turun hujan dengan derasnya.
"Nisa, sayang. Makan kuenya. Terus diminum tehnya. Semoga, besok pagi hujan sudah reda. Jadi, kita bisa berjualan bunga lagi." Hibur Kak Anis, kakak Nisa.
Nisa mengambil sepotong kue cokelat dan menyeruput teh yang masih panas. "Andaikan ibu masih ada. Mungkin kita tidak hidup susah begini, kak." Tiba-tiba dari mulut Nisa keluar kata-kata itu.
"Yang sudah terjadi biarlah terjadi, Nisa. yang penting, kita bisa menghidupi keluarga kecil ini dan bisa melihat masa depan."
"Kak, kita belum bisa membuat kebun bunga yang lebih aman? Misalnya dengan atap."
"Suatu hari nanti, kita pasti membangunnya. Ayo kita tidur. selimutnya sudah kakak cuci. Ayo tidur. Kakak mau menyalakan api di perapian yang hampir redup." Nisa menghabiskan tehnya lalu berbaring di tempat tidur tipis. Nisa masih memandangi kakaknya yang susah payah menghidupkan api di perapian. Nisa meniup lilinnya lalu berusaha tidur.
Keesokan harinya, Nisa terbangun. Hujan sudah reda. Kak Anis masih tidur di sampingnya. Api perapian sudah mati. Nisa mencuci muka di belakang. Lalu melihat keadaan kebun bunganya.
Tidak ada apa-apa. Hanya ranting-ranting yang berjatuhan, dan sedikit bunga yang jatuh saking derasnya hujan. Kak Anis sudah di belakang Nisa. membawa peralatan kebun. Nisa dan kakaknya membersihkan kebun dengan telaten. menyingkirkan ranting berduri, meletakkan bunga-bunga yang jatuh di tempatnya yang masih layak. Lalu mereka menyirami bunga-bunga.
Setelah menyelesaikan pekerjaan itu, ada kereta kuda datang di depan kebun bunga. Turunlah seorang wanita dengan gaun cantik nan indah.
"Boleh aku membeli satu ikat bunga yang sudah dirangkai?" Tanya wanita itu.
"Tentu saja, nyonya. Saya ambilkan." Kak Anis mengambil seikat bunga di laci tersembunyi yang letaknya di bawah tempat bunga. Lalu menyerahkannya pada wanita itu.
"Ini, aku berikan 10 sen. Dan tolong tanam biji ini. Tiga hari lagi, aku akan datang."
"Baik nyonya...nyonya..." Nisa tergagap. Tidak tahu siapa nama wanita itu.
"Nyonya Andrea." Wanita itu memperkenalkan diri. Lalu pergi dengan gaun yang terseret-seret.
"Nisa, tolong tanam biji ini. kak Anis akan membuat sarapan untuk kita berdua." Nisa mengambil sekantung biji di sebelah Kak Anis. Di dalam kantung hanya ada empat biji. Tanpa basa-basi, Nisa langsung menanan ke-empat biji itu. Lalu menyiraminya.Lalu, Nisa masuk ke dalam rumah mungilnya untuk sarapan dan mandi.

SORE HARI

pada sore hari, saat Nisa dan kakaknya sedang berbincang-bincang di teras rumah, Kak Anis tak sengaja melihat tanaman yang indah.
"Nisa. Lihat. Apakah itu tanaman milik kita?"
"Wah, mungkin itu biji yang Nisa tanam tadi. tapi masa secepat itu bisa tumbuh?"
"Itu biji ajaib! Dalam sekejap bisa tumbuh besar! Dan ini adalah gelombang cinta! kalau dijual, kita bisa memenuhi kehidupan kita. dan kamu bisa sekolah."
"Tapi, kak. bukankah Nyonya Andrea akan mengambilnya tiga hari lagi? beliau kan hanya menitipkan biji tanaman itu di sini?"
Kak Anis tertunduk. Hari sudah senja. Kedua kakak-beradik itu pun masuk ke dalam rumah untuk makan malam dan tidur.

TIGA HARI KEMUDIAN

Suara kaki kuda terdengar. Kak Anis yang sedang memupuki ladang jagung di kebun belakang memanggil Nisa untuk menyambut. Nisa yang sedang membereskan tempat tidur buru-buru keluar rumah. Ia merapikan gaun kumalnya yang agak berdebu.
Nyonya Andrea!
"Selamat pagi, Nyonya Andrea...."Sambut Nisa.
"Bolehkah aku mengambil empat tanamanku?" Tanya Nyonya Andrea ramah. Nisa yang sudah meletakkan tanaman di pot mengangkatnya dengan susah payah. Hampir saja menjatuhi kaki kecilnya.
"Terima kasih. namun aku hanya butuh du tanaman untuk para pelangganku. Bisakah panggilkan saudaramu?" nisa berlari kecil menuju kebun belakang. kakaknya sedang memanen jagung di kebun kecil mereka.
"Kakak. nyonya Andrea ingin bertemu." Kak Anis meletakkan keranjangnya dan menggandeng tangan Nisa.
"Nisa, tolong kau lanjutkan lagi pekerjaan kakak. Nyonya Andrea ingin berbicara empat mata." Nisa mengangguk lalu berjalan menuju kebun belakang.
"Begini, aku hanya membutuhkan dua tanaman gelombang cinta. Karena itu, aku ingin memberikan sisanya untuk keluarga kecil kalian. Aku ingin Nisa bisa sekolah. dan memperbaiki kebun bunga yang sudah agak rusak karena hujan lebat. Jual tanaman itu, hidup kalian tidak akan melarat lagi." Saat Kak Anis ingin mengucapkan terima kasih, Nyonya Andrea telah menghilang. Ternyata Nyonya Andrea adalah penyihir baik yang sedang menyamar.
"Nisa! Kemarilah!" Nisa berlari tergopoh-gopoh menghampiri Kakaknya.
"Kamu bisa sekolah, Nisa. Kamu bisa sekolah!" Kak Anis memeluk Nisa. Nisa bingung dengan kakaknya.
"Kita bisa menjual gelombang cinta. hidup kita akan cukup, Nisa! Kamu bisa sekolah..." tak terasa, air mata bahagia Kak Anis menetes. Nisa balas memeluk kakak tercintanya.
Dan sejak saat itu, Kak Anis mempunyai tiga pekerjaan. Tukang bunga, penjual kue, dan penjaga toko pribadi. dan Nisa bisa sekolah lagi. Tapi mereka berdua tak bertemu dengan Nyonya Andrea lagi. mereka ingin mengucapkan terima kasih. Namun tak jauh dari sana, penyihir baik tersenyum melihat senyum bahagia kakak-beradik itu....

Itu jajan...

PELAJARAN PKN
Guru:"Ada yang tahu makanan khasnya Jogjakarta?"
Aku:"Bakpia!"
Guru:"Itu jajan. Ganti yang lain. Semarang?"
Aku:"Lunpia!"
Guru:"Itu jajan...yang bener tahu gimbal."
Aku:"Mesti disengajain." [dalam hati]

Ada yang setuju denganku?
Atau bener itu cuma jajan?
Aku yang salah, atau guruku yang salah?

Selasa, 17 November 2009

Dance-dance revolution

Dance-dance revolution. Ya, itulah game seru di sebuah mall semarang yang aku senangi. Lebih baik di singkat DDR saja. Cara memainkan permainan itu sangat mudah.
1.Masukkan dua buah koin ke dalam lubang koin
2.Tekan tombol kotak hijau
3.Pilih orang dan tingkat kesulitannya
4.Pilih lagu
5.Di layar monitor ada anak panah atas, bawah, kanan, dan kiri. Mainkah anak panah itu dengan lantai yang di sediakan. Injak lantai bergambar panah sesuai dengan layar monitor.

Kalau udah bisa lagu yang cepat, lama-lama kayak menari lho! Bisa juga menggerakan tangan.

Jumat, 13 November 2009

Dokter Kecil


Hari Selasa, tanggal 10 November. Hari itulah aku bertugas menjadi dokter kecil, dimana pada hari itu juga, dilaksanakan imunisasi untuk kelas I, II, dan III. Teman bertugasku, Niemas. Mbak Wuyung, Aqila, dan Raihan. Tapi Aqila dan Raihan kelas III. Yang berarti mereka hanya bertugas di kelas. Mbak Wuyung kelas V. Dia bisa membantu, tapi sedang pelajaran di luar sekolah. jadi hanya aku dan Niemas yang bertugas pada hari Selasa itu.
Kami berdua bertugas membantu para dokter dari puskesmas. Seperti membujuk anak agar tidak takut di suntik, memberi permen, membagi obat, dan memegang lengan anak agar tidak kaku dan gemetaran.
Yang pertama di suntik adalam kelas II A. Niemas bertugas di kelas II B. Di II A, tidak ada yang menangis. hanya meringis kesakitan namun tidak menangis. Aku sibuk membukakan permen dan menyuapi permen. Ada yang bilang 'aku takut...', tapi selesai di suntik, dia ketagihan. 'kan enak dapat permen gratis!'. Setelah membagi obat, aku dan para dokter puskesmas berjalan menuju kelas III A. ya ampun! Saat aku masuk, sudah banyak anak yang menangis. Hampir semua anak perempuan.
Aku ebrusaha menenangkan mereka semua, aku jadi kewalahan. Mondar-mandir ke sana kemari. Membukakan permen dan menyuapi, membujuk, dan ada Hafiza. Anak tomboi. Tapi tangannya berlumuran darah. Mungkin kaku. Ia meringis kesakitan sambil memegang kapas.
"Yang sudah di suntik, boleh istirahat!" Kata Pak Adli, wali kelas III A. Audy yang dari tadi menangis meraung-raung berlari keluar. Aku ebrusaha mengejarnya dan membujuknya. Aku memegangi tangannya, Aqila memegang tangan kiri Audy. Aku tidak menekan tangannya, tapi kupegang sekuat tenaga. Kakinya bergerak menuju lututku, aku ditendang! Aqila kaget dan melepaskan tangann Audy. Aku meringis kesakitan. Aku masuk ke kelas itu lagi.
Icha, dia bersembunyi di balik meja paling belakang. Aku mengetahuinya kerena melihat kakinya yang memakai kaus kaki biru. Aku menggeser kursi dan mendekatinya. Memegang tangannya yang penuh dengan keringat dingin.
"Icha, kenapa takut disuntik? Habis disuntik kan kamu bisa lebih sehat terus nggak gampang sakit?...."
"Aku nggak mau! Takut! Sakit!"
"Nggak sakit kok, cuma kayak digigit semut angkrang. pernah digigit semut itu nggak?"
icha mengagguk.
"Rasanya sama kok, cuma yang ini suntik, bukan semut. Di suntiknya nggak ada 3 detik lho! Sebentar banget kan?"
"Tapi aku tetep takut..."
"Nangis nggak papa. Masak kelas III kalah sama anak kelas II? Kelas II tadi nggak ada yang nangis lho..." Icha masih terisak-isak, tapi tidak meraung lagi seperti tadi.
Aku memanggil dokter dan Pak Adli untuk menemui Icha di belakang. Saat dokter datang, Icha mulai meraung, aku memegang pundaknya agar sedikit rileks. Saat jarum suntik di masukkan, Icha berteriak. Saat diberi kapas, Icha mulai berhenti sedikit demi sedikit. Setelah memberi obat, aku keluar kelas dan berjalan di belakang dokter menuju kelas I A.
Di sana, anak-anak duduk dengan tenang. Bo Siti, wali kelas ! A memanggil nama anak di kelas I satu per satu. Aku membuka permen dengan gunting. Di anak yang ke 25, aku mulai pening. Aku menahannya sekuat tenaga hingga anak terakhir. Saat memberi permen, aku langsung berkata pada Bu Siti.
"Bu, aku pusing...."
"Cepat ke poliklinik ya..." Aku berlari pelan menuju poliklinik.
Saat di tanya aku kenapa oleh Mbak Wuyung (yang sudah selesai), aku tiduran duku di kasur. Dan aku menjawab.
"Aku pusing. Gara-gara anak kelas III A yang nangis terus. Tangisannya terngiang-ngiang di kuping ku terus..."
" Ya udah, tak kasih minyak kayu putih dulu ya..." Mbak wuyung mengoleskan minyak kayu putih di bagian kiri dan kanan kepalaku, kaki dan perut.
"Istirahat sebentar, pasti sembuh..."
10 menit kemudian, aku mencoba duduk. Aku tidak sakit lagi. Niemas memberiku minum. Aku masih duduk di tempat tidur dan mencoba berjalan. Aky tidak lemas lagi setelah diberi jajan oleh Niemas.
Tiba-tiba ada anak yang berjalan dengan kaki kanan yang terseret. Lututnya berdarah. Setelah dibersihkan dengan tisu basah, lalu diberi betadin dan diberi hansaplast. Anakk itu duduk di poliklinik sampai istirahat selesai. berarti tugasku sudha cukup di sini. Nanti saat istirahat kedua, aku bertugas lagi di sini. Aku dan niemas membantu anak itu berjalan menuju kelasnya.
Ternyata jadi dokter kecil itu susah ya?


Senin, 05 Oktober 2009

Rahasia keberhasilan Lela

Lela adalah anak pintar dan cantik di sekolah. Dari kelas satu hingga sekarang (kelas empat), ia pun masih peringkat satu. Ani ingin seperti Lela. Tapi Ani tidak tahu bagaimana caranya. Saat istirahat, Ani mendatangi Lela yang sedang bercakap-cakap dengan teman-teman.
"Lela, bagaimana caranya agar aku bisa sepintar kamu?" Tanya Ani.
"Memang, aku pintar? Aku biasa-biasa saja kok. Nggak kayak anak kelas sebelah, sibuk aja!" Jawab Lela.
"Aku cuma tanya. Lihat aja! Nilaimu selalu bagus, dapat 10. Sempurna!"
"Baiklah. Rahasianya...." Lela mendekatkan mulutnya ke telinga Ani.
"Aku beri tahu saat pulang."
Bersamaan dengan itu, bel tanda masuk kelas berbunyi. Saatnya ulangan Bahasa Indonesia. Ani yakin, Lela pasti mendapat nilai sempurna lagi.
TENG! TENG! TENG!
Bel tanda pulang berbunyi. Ani dan Lela segera memasukkan alat-alat tulis mereka dan membawa tas mereka ke taman
"Apa rahasianya?" Tanya Ani tak sabar.
"Rahasia ini hanya kuberitahu hanya untuk kamu. Jangan beritahu yang lain walaupun mereka bener-benar memelas. Kecuali izinku. Baik, sholat tahajud, berdo'a, belajar dengan giat, dan belajar dari internet."
"Internet?"
"Yup! Aku kalau belajar ada yang ku tulis di buku catatan lalu kupelajari dengan menyicil. Soalnya, di internet itu, semuanya lengkap! Tapi tetap jaga jarak dengan layar monitor. Biar mataku tetap bening."
"Aku punya ide! Sebentar lagi kan, ulang semester satu, kita bertanding siapa yang akan mendapatkan peringkat pertama! Tapi bukan untuk bersaing, hanya untuk memastikan saja!"
"Siapa takut? Terima!" Lela dan Ani pun berlari menuju rumah masing-masing sambil melambaikan tangan.

Senin, 28 September 2009

Bukannya gak ngenikmatin....

Pada udah baca blog ibu yang berjudul yang di label idul fitri belummm??? Di situ ada aku yang dituliskan tidak menikmati jalan-jalan ke gunung buthak, Wonogiri-Jateng.
Sejujurnya, bukannya gak ngenikmatin jalan-jalan itu, aku jelasin deh....
1.Pas dipuncak, aku gak mau di foto. Sekarang, aku lagi gak mau berpose dan foto sendiri. Mungkin sama Ar dan Ir. Foto kedua emang bertiga, tapi udah terlanjur kesel, karena dipaksa harus difoto.
2.Mau nyusul Mbak Shiba, dan lain-lain. Pas diajak Mas Faros, aku langsung senyum. Tapi ternyata eh ternyata, mereka udah balik, langsung hati tertutup dan murung lagi. Grrrr.....
3.Pas mau pulang, aku manggil anak-anak lain buat nungguin aku yang ada di belakang. Tapi mereka gak denger. Jadi deh, mau ngejar tapi harus sama orang dewasa. Yang lain anak-anak semua dan cuma ditemani satu orang dewasa. Gimana nggak kesel? Junior sendiri.
Semua yang aku bilang (kemasukan pasir, lecet, terkena batu tajam) itu semua tidak jadi soal. Tapi hanu?ya mencari alasan karena ditanyain dan wajahku dah kelihatan (murung).
Dah jelas, Bu?

Selasa, 18 Agustus 2009

Whusssss!!!!!!!.....

Besok (hari Rabu tanggal 20 2009) aku harus lomba lagi di Bergas. Biasa, lomba macapat. Tapi, yang ini bukan MAPSI. Tapi macapat umum.
Hhhh....capek. Aslinya, harus pulang jam sepuluh. Tapi harus latihan sampai jam sebelas. Ketinggalan jemputan deh. Untuk ada Mas Icad dan ibunya untuk pulang bersama kalau di tinggal jemputan.
Tapi barusan tadi, ibunya Mas Icad membawa adiknya Mas Icad. Aril. Aku mulai bingung. Harus naik ojek dan jalan ke sana panas-panas begini? Lemes deh......
"Gimana, Bit?" Mas Icad juga bingung. Pertamanya memang aku naik ojek. Waktu ditanyain dijemput siapa, aku jawab ojek. Mas Icad mengajak. Ya, udah deh.
"Udah, nggak papa. Aku bawa uang kok. Naik ojek dulu nggak papa." Jawabku.
"Apa dianter sampe pangkalan po?"
"Terserah. Jalan nggak papa kok!"
"Dianter dulu. Bu. Sampai pangkalan ojek. Aku tak nunggu di depan. Nanti Ibu balik."
"Yo wis, Cad. Ayo, Bit! Naik." Aku naik ke motor. Lalu motor berjalan. Sampai di depan warung makan......
"Yang sana aja. Kalau yang lewat sini ke jauhan." Motor berbalik arah.
Aku menengok ke Mas Icad yang sedang membaca. Saat Mas Icad melirik,
"Lho?!" Wajahnya tanpak kaget. Aku melambaikan tangan sambil tertawa.
"Lha, di sini malah kosong." Motor berbalik lagi.
"Lho?!" Mas Icad lebih kaget lagi. Aku melambaikan tangan sambil melet.
Sampai di pangkalan ojek, aku turun dan mengucapkan terima kasih.
"Sama-sama." Jawab Ibunya Mas Icad. Aril melambaikan tangan, aku membalasnya.
"Ojek?" Aku mengangguk dan naik salah satu motor yang ditunjuk.

Kami berjalan......sampai di jalan raya yang luas dan lebar. Saat di lampu lalu lintas berwarna hijau, Om-nya langsung ngebut. Nguuuuunnggg................

Aku memegang erat jaket yang dipakai Om-nya. Aku agak menengok ke depan. WAA!!!! Hampir saja tabrakan motor dengan motor. Motor yang dipakai ini tetap melaju dengan cepat.

Saat sudah sampai di perumahan, On-nya agak lamban. Tapi saat jalanan sepi, Om-nya langsung ngebut lagi dan menyalip motor yang di depan. Motornya jadi agak miring. Hiy.... Jantungku berdetak cepat.

Di depan ada polisi tidur. Tapi, di samping ada lubang tidak di semen. Motor langsung nyamping dengan cepat sampai tas-ku melorot. Untung sudah sampai di depan rumah. Aku cepat-cepat mengambil uang dan membayarnya. Pengalaman yang seram!

Jantungku masih berdetak cepat dan keras. Biar tenang, aku menulis ini di blog dan akhirnya memang tenang......

Selasa, 04 Agustus 2009

Bobo

Itulah majalah kesukaanku dari kelas satu SD. Aku mulai langganan sampai sekarang. Mau tahu kenapa? Begini ceritanya. Dengarkan baik-baik. Oke??

Aku sedang sholat Maghrib di tingkat dua. Setelah sholat, aku memandang gudang di samping ruang sholat. Berantakan sekali! Bereskan saja! Aku mengambil sapu dan ekrak. Aku merapikan buku, koper (ditaruh di gudang. Biasanya nggak kan?), data, alat prakarya, dan lain-lain. Setelah benar-benar rapi dan bersih, aku duduk sambil mengambil nafas dalam-dalam.

Terdengar suara mobil dan pintu rumah terbuka. Ah... ternyata bapak sama ibu telah pulang. Aku menengok ke bawah. Karena masih capek. Ibu ke atas membawa majalah Bobo. Aku melihat ke edisi berapa? Ternyata 52! Seri antariksa! Aku membuka-buka. Biasanya aku nggak suka membaca buku. Entah kenapa, aku membaca Bobo dari awal sampai habis dan tak ada yang tersisa. Aku heran sendiri. Mengapa aku bisa membaca tulisan yang begitu panjangnya di sebuah majalah anak-anak? Aku meminta Ibu agar aku bisa berlangganan majalah Bobo itu. Dan saat itu, aku menjadi suka dengan buku. Sampai sekarang pun, aku masih berlangganan majalah Bobo.

Begitulah kisah mengapa aku bisa berlangganan Bobo. Selain itu, karena majalah Bobo. Aku menjadi suka membaca buku. Bobo itu adalah majalah anak-anak yang paling top! Kalau anak SMP baca Bobo, boleh kok! Malah, ada orang tua yang masih membaca majalah Bobo. Bangga sekali aku bisa menjadi pembaca Bobo. Aku juga senang dengan cerita serialnya, Li-el. Bobo, tetaplah mengambangkan majalah anak-anak. semakin lengkap, semakin baik!

Minggu, 19 Juli 2009

Sakit karena kebanyakan latihan

Sudah tiga hari aku sakit panas. Dari hari Sabtu. Kayaknya sih kecapekan karena latihan di sekolahnya lama. Ya udah, aku terpaksa nggak masuk karena panasku sangat tinggi. Aku hanya tiduran. Kadang di kamar sambil mendengarkan musik dari handphone, tiduran di kamarnya ibu, tiduran di depan teve sambil menonton teve.
Aku latihan karena tanggal 4 Agustus nanti, aku harus lomba macapat dan rebana di sekolahku sendiri, SD Isriati Moenadi Ungaran.
Aku juga nggak ada yang jemput. Kan bapak sama ibu kerja. Aku pulang bareng sama Mas Icad yang juga ikut lomba 4 Agustus nanti. Macapat dan pidato.
Pada Hari kedua, aku diajak makan sama guru. Tapi Mas Icad menolak. Takut ibunya sudah menjemput. Aku hanya ikut-ikutan. Sejujurnya, aku juga lapar sih. Tapi kalau ibunya Mas Icad udah dateng, kan berabe.
Aku duduk di lantai sambil senden. Yah, perutku sudah kelaparan. Biasanya aku sudah makan dengan makanan yang Mbak Ririn buat. Tapi kau aku harus latihan. Aku dipergoki oleh Pak Tangguh, guru menggambar.
"Kok loyo, Bit?"
"Belum makan."
"Laper?" Aku mengangguk.
Aku berharap, ibunya Mas Icad cepat datangmenjemput dan aku makan siang di rumah dengan lahap. Itu bayanganku.
"Siapa yang tadi bilang laper?" Wah! Pak Eko!
"Makan yo! Sama Pak Eko. Makan soto ayam." Aku hanya tetap diam, namun badan dan pikiranku senang. Aku menyembunyikannya agar tidak terlihat orang lain.
"Bener-bener lemes iki! Ayo! Berdiri Bareng Pak Eko! Icad sama Anggi juga yo!" Kami bertiga berdiri dan mengikuti Pak Eko dengan jalan kaki. Di tengah jalan, ibunya Mas Icad sudah datang.
"Mau diba ke mana ini, pak?"
"Anak-anak ini laper. Saya mau makan siang bareng anak-anak. Pinarak dulu bu, sambil nunggu."
"O.... ya udah."
Sampai di depan warung soto ayam, kami duduk di kursi dan memesan makanan.
Saat pesanan datang, aku melahap langsung semua makananku. Setelah membayar, aku pulang bareng ibunya Mas Icad.
Esok harinya, aku pusing dan lemas. Disuruh nggak ngaji.
Kata ibu, sekolahku payah. Harusnya kalau latihan, dibilangin kalau harus membawa bekal sendiri. Satu lagi. Saat rebana, aku disuruh membali kasetnya sendiri. Padahal, anak-anak sudah membayar SPP.
Yah, tanggapanku hanya ada di dalam hati. Semua yang dikatakan oleh bapak dan ibu itu semuanya benar....

Senin, 06 Juli 2009

Persahabatan Nirma dan Sania

Nirma akan berulang tahun sebentar lagi. Di bulan Januari tanggal satu. Bersamaan dengan tanggal tahun baru dan tahun baru Imlek. Semua persiapan sudah disiapkan dengan sebaik mungkin. Nirma juga membantu.
Tinggal menghitung jam, Nirma sudah berumur 9 tahun. Nirma sudah membagikan kartu undangan kepada teman-temannya untuk datang ke pesta ulang tahunnya.
Terutama sahabatnya yang bernama Sania.
"Kamu datang ya."
"Ya pasti! Dan aku akan datang sebelum teman-teman yang lain datang ke pestamu yang pasti meriah nanti."
"Aku mau membagikan kartu ini dulu. Untuk yang lain. Jangan lupa datang ya!"
Jam demi jam telah berlalu. hanya tinggal menunggu beberapa menit lagi, pesta akan di mulai. Nirma menunggu Sania dengan bersemangat. Namun, Sania belum datang-datang juga. Hingga akhirnya, semua teman yang sudah diundang datang semua. Nirma mulai cemas. memang, rumah Sania dengan Nirma lumayan jauh.
Salah satu temannya mendatangi Nirma dan bertanya:
"Nir, kapan pestanya akan dimulai?"
"Tunggu sebentar lagi. Tinggal menunggu Sania yang belum datang."
"Okelah. Tapi, jangan lama-lama!" Temannya meninggalkan Nirma dan bergabung dengan yang lain. Nirma duduk kembali, dan kecemasannya mulai bertambah karena Sania belum juga datang.
Orang tuanya datang menghampiri Nirma dan duduk di sampingnya.
"Nir, pestanya dimulai sekarang yuk! Kasihan, teman-teman yang lain sudah menunggu lama." Kata ibunya.
"Tapi, Nirma mau menunggu Sania sebentar lagi. Kasihan Sania, kalau datangnya telat."
"Ya sudah. Kalau itu yang kamu mau. Tapi beberapa menit lagi harus segera dimulai. Ayah kasih waktu, 5 menit lagi. Mungkin, Sania sedang ada hambatan."
"Baik, yah." Jawab Nirma semangat.
Waktu yang ayah berikan sudah berlalu. Nirma akhirnya mulai tak bergairah dan berjalan ke panggung untuk memulai pesta tanpa sahabat terbaiknya.
* * *
DI RUMAH SANIA
Hujan turun dengan sangat derasnya. Sania hanya memandang langit yang terus mengguyurkan air di daerah rumahnya. Sania akhirnya memutuskann menelfon Nirma. Ia memencet nomor rumah Nirma. Ia bermaksud memberitahukan pada Nirma, bahwa dia tidak bisa datang karena banyak hambatan. Karena ayahnya sakit, kakaknya ada pelajaran tambahan di unevirsitas, ibunya sedang keluar kota, dan pembantunya tidak bisa mengendarai motor. Sania sudah memencet nomor. Sania menunggu sejenak. Tapi yang terjawab hanyalah:
'Maaf, cobalah menelfon beberapa saat lagi.'
Sania menutup telepon dan mendesah. Tapi, ia berkata dalam hati. ia kan sahabatku, pasti akan mengerti masalahku. Dan Sania tertidur di ranjangnya yang empuk.
* * *
Kemarin adalah hari liburan terakhir. Nirma mulai berangkat sekolah di antar dengan sopirnya. Nirma masih terasa jengkel dengan Sania. Pelajaran di mulai. Saat istirahat, Sania mengajak Nirma ke kantin sambil membicarakan soal ulang tahun Nirma kemarin. Nirma menolak dengan tegas.
"Kenapa kamu nggak mau?"
"Ah, nggak papa. Aku cuma males ajah!" Nirma memalingkan wajah dan keluar kelas.
Sania mendesah. Ia hanya duduk di kursi dan membuka bekalnya.
Sudah beberapa hari, Nirma marah dengan Sania. Sania sudah mencoba berbagai cara dari, mengajak ke kantin, mengobrol, saat mengerjakan tugas kelompok, tapi tak satu carapun berhasil. Akhirnya, ia pun memutuskan utnuk menulis surat pada Nirma. Ia berharap, surat ini berhasil. Sania mengambil secarik kertas dan pena saat sedang istirahat di sekolah.
Suratnya begini:
Assalamu'alaikum.wr.wb
Hi, Nirma....
Aku cuma mau membahas tentang kesalahanku karena tidak datang ke pestamu.
Pertama:Ayahku sedang sakit
Kedua:Kakakku sedang di universitas dan ada pelajaran tambahan
Ketiga:Ibuku ada di luar kota
Keempat:Pembantuku tidak bisa mengendarai motor
Kelima:Hujan deras di daerahku
Keenam:Letak rumahku dan rumahmu lumayan jauh.
Maaf sekali. Tolong balas suratku.
Sahabat Terbaikmu
SANIA

* * *
Di rumah Sania, Sania melipat surat untuk Nirma dan memasukkannya ke amplop. Ia pamit pada pembantunya untuk ke kantor pos.
Letak kantor dengan rumahnya tak terlalu jauh. Maka, Sania hanya memakai sepedanya.
Di kantor pos, Sania membeli prangko sebelum menyerahkan kepada tukang pos.
Setelah itu, ia pulang dan tidur-tiduran di kamar sambil mendengarkan radio.
* * *
Esok harinya. Nirma bangun pada saat Subuh. Setelah sholat, ia tidur lagi. Pukul setengah enam, Nirma terbangun karena wekernya berbunyi. Setelah mematikan weker, Nirma turun ke bawah untuk ber-olah raga. Pukul setengah enam, Nirma masuk ke rumah setelah olah raga. Ia mengambil handuknya untuk mandi pagi dengan air dingin. Lumayan untuk menyegarkan pikiran kan? Setelah Nirma mandi, ia sarapan dengan daging goreng dan nasi hangat juga susu. Nirma siap berangkat ke sekolah yang dekat rumahnya. Setelah pamit, ia keluar dan berlari kecil. Tapi di gerbang rumahnya, pak pos datang.
"Apakah ini rumah, Nirma?" Tanya pak pos.
"O. Itu saya sendiri pak." Jawab Nirma sopan.
"Ada surat untuk dek Nirma. Boleh minta tanda tangannya?" Pak pos menyodorkan kertas dan pena.
Selesai menandatangi kertas itu, pak pos pergi meninggalkan Nirma.
Nirma memandang ampolop berwarna kuning dan ada stiker boneka beruang. Nirma membalik amplop itu.
"Dari siapa ya?" gumamnya.
Saat membaca pengirimnya, Nirma mulai cemberut dan membuang amplop itu ke tong sampah di dekatnya. Ia melanjutkan perjalanan menuju ke sekolahnya.
dan pengirim itu adalah 'SANIA''.
Di kelas, Sania menyapa Nirma yang baru datang. Namun, Nirma tak menjawabnya dan mulai angkuh. Hanay duduk dan menaruh tasnya. Lalu ke lapangan bermain dengan teman yang lain.
Sania mulai kecewa. Tapi Sania menghibur dirinya. Mungkin surat itu belum datang. Padahal, surat yang ia tulis secara ikhlas itu sudah terbuang dan hancur lebur.
* * *
Saat istirahat, Bu Nisa, guru seni memanggil Sania untuk latihan menari. Bu Nisa belum tahu kalau Sania mempunyai penyakit asma. Sania juga lupa kalau ia punya penyakit asma. Ia hanya langsung ke ruang seni untuk latihan menari.
Saat istirahat sudah usai, latihan juga usai. Bu Nisa mengizinkan Sania untuk beristirahat sebentar. Sania duduk di sofa sambil duduk selonjor. Tapi tiba-tiba, Sania mulai sesak nafas. Asma-nya mulai kambuh! Ia memanggil Bu Nisa dengan berbisik.
"Bu Nisa... Bu Nisa...." Bu Nisa yang sedang membereskan buku-buku di ruang piano menoleh pada Sania.
"Ada apa Sania sayang?" Tanya Bu Nisa sambil tersenyum manis.
"Sania, sesak nafas bu..." Mendengar itu, Bu Nisa langsung menggendong Sania menuju UKS (Unit Kesehatan Sekolah).
Saat diperiksa oleh Bu Lina, dokter di ditu....
"Sania mempunyai penyakit asma. Mungkin ia kecapekan berlatih tari." Jelas Bu Lina.
"Oh, Sania. Maafkan ibu. Karena ibu tidak tahu...." Bu Nisa duduk di samping Sania sambil menyesal.
"Ti...akh..tidak, ap-apa...eukh.. Sa..sa-nia ju...g..ga hehm... lupa..." Sania terbata-bata karena sesak nafas.
"Ini. Sania, kamu minum obat ini dulu ya. Semoga sedikit pulih. Bu Nisa, tolong rawat sebentar Sania. Saya mau memanggilkan mobil darurat sekolah untuk membawa Sania ke rumah sakit.
"Baik, Bu Lina. Saya akan menunggui Sania sebaik yang saya bisa. Sania. Kamu tidur dulu ya.... Sebelum tidur, kamu minum obat." Sania mengangguk. Lalu ia memejamkan mata.
* * *
Sania membuka mata.
"Akh.... aku ada di mana??..." Ia melihat ke hidungnya. Ternyata, Sania sedang diberi oksigen. lalu, Sania menengok ke kanan dan ke kiri. Di samping kanan ada Bu Nisa dan Bu Lina. Di samping kiri ada.... Nirma. Mimpi apa aku tadi? Batin Sania gembira.
"Sania! Akhirnya kamu siuman!" Kata Nirma setengah berteriak. Sania memeluk Nirma.
"Sania, maafkan aku. Aku memang bodoh. Saat aku menerima suratmu, aku malah membuangnya. Seharusnya, aku membacanya dulu. Maafkan aku Sania..." Air mata Nirma mulai menetes.
"Tidak apa-apa Nirma. Aku sudah memaafkanmu sebelum kau meminta maaf. Kau tetap sahabatku. Kau tahu, aku akan tetap menjadi sahabatmu sehidup semati. Itulah janjiku."
"Kau sudah bisa bicara dengan jelas, Sania? Aku tak percaya. Coba kau katakan beberapa kata lagi."
"Aku akan menjadi sahabatmu sehidup sematiku. Itulah janjiku." Sania juga tak percaya kalau dia tak asma lagi.
Dokter yang baru masuk juga kaget melihat perubahan yang begitu cepat itu.
"Pasti semua ini karena do'a mu itu, Nirma. Trims sahabatku...." Ujar Sania dan memeluk Nirma lagi.
"Sania harus tinggal di sini satu hari lagi. Dan lusa, ia boleh sekolah lagi." Dokter tersenyum melihat dua sahabat itu.
Bu Lina dan Bu Nisa hanya terharu melihat persahabatan itu.
"Aku berjanji untuk memaafkan apa pun kalau kau salah. Aku tak kan marah lagi." Janji Nirma.
"Dan aku akan selalu menjadi sahabat setiamu, Nirma. Aku janji." Sania juga menitikkan air mata karena sahabatnya sudah mau bersahabatan lagi dengannya.

Diketik oleh:Ibit
Cerita dibuat oleh:Shiba dan Ibit

Cerita ini untuk sahabatku yang sudah pindah rumah dan pindah sekolah. Adina Yumnita Adani. Aku akan selalu menjadi sahabat setiamu walau aku tak bisa bersuratan denganmu. Kau selalu ada di hatiku, dan aku tak akan pernah melupakanmu sehidup sematiku. Itu janjiku.















Sim, salabim!

Sekarang, di Wonogiri. Aku sedang bosan... jadinya, aku gak tidur. Main sama adik kayaknya seru! Udah deh, aku langsung ngajak mereka ke dalam kamar.
"Mainan apa nih?" Tanyaku.
Tiba-tiba, Arsyad membuka lemari dan duduk di situ. Tempatnya persegi. Arsyad dan Irsya pas buat duduk di situ.
Aku jadi inget sirkus, ada pesulap, dan relawan masuk lemari. Dikunci. Dan lemari dimasukan pedang panjang dan tajam. Saat pesulap mengatakan 'sim salabim!', dan pintu lemari akan dibuka. Saat dibuka, orangnya tidak apa-apa. Maka, aku mengajak mereka main itu.
Tapi, permainan ini dibuat agak beda. Kalau aku mengatakan 'sim salabim!'. Ar atau Ir menunjukkan anggota badan. Kalau aku menyuruh kaki, mereka mengetokkan kaki. Kalau kepala, ya kepala!
Aku sempet membuka pintu lemari di saat aku menyuruh Arsyad kepala. Saat dibuka Ir, ada yang mengagetkan! Kepala Ar ada di bawah. Kaki nyenden dinding, dan tangan memegang ujung lemari. Aku dan Ir sangat kaget. Aku mundur ke belakang dan tersandung kasur. AKu hanya tertawa sendiri. Ar sudah duduk kembali di dalam lemari. Aku menolongnya turun dan membereskan baju yang berantakan bersama kedua adikku ini.
Kalau mengingat wajah Ar yang serius dan mulutnya terbuka lebar saat kepalanya di bawah itu, aku hanya cekikikan. Seperti saat di warnet ini dan aku mengetiknya. AKu hanya tertawa sendiri dan orang lain kadang memandangku......
ANEH!

Sabtu, 06 Juni 2009

Huah, pedas.....!!!!!

Malam minggu. Selalu ramai di tempat umum. Aku biasanya ke ADA swalayan hanya untuk sekedar bermain atau sambil berbelanja. Saat pulang dari ADA, kami mampir di 'nasi goreng Ngesrep' untuk makan malam.
Bapak memesan dua nasgor tidak pedas dan satu nasgor pedas. Sambil menunggu, aku ke tempat pengisian air minum bersama Ar-Ir. Setelah dipanggil, kami bertiga duduk di karpet untuk menyantap nasgor.
Ibu berdua dengan aku, bapak sendiri, dan Ar-Ir setengah-setengah. Bapak menambahkan satu sendok miliknya ke masing-masing piring anak-anak. Aku memakan satu sendok nasgorku.
"Huah! Pedas....!!!" Aku meminum sebanyak-banyaknya air minum yang ada di depanku. Aku minum satu gelas, tapi masih tetap terasa pedasnya.
"Kok pedes sih, punyaku?" Protesku.
"Tadi kamu belum ngaduk paling. Kan dikasih satu yang pedes punya bapak." Ibu memberi saran. Aku mengaduk nasgor, lalu menyantapnya lagi.
"Kok masih pedes?" Air mataku keluar karena pedas. Aku meminum lagi air yang ada di depanku.
"Makanya, cepet-cepet di makan biar nggak pedes lagi." Ibu memberi saran lagi.
Aku memaksakan diri lagi. Aku menyendok nasgorku.
"Sepedes apa sih?" Tanya bapak. Bapak mengambil piringku lalu memasukkan satu sendok nasgor ke dalam mulut.
"Ini yang pedes! Yang bapak makan tadi kok rasanya nggak pedes banget? Lah, punyamu udah tak makan banyak, Bit." Seru bapak. Aku mengambil sapu tangan di kantung untuk mengelap air mataku gara-gara kepedasan. "Ibit nggak bohong." Tambah bapak lagi.
"Biar ditambahin Ar sama Ir aja dulu." Ibu mengambil piring, lalu mengambil masing-masing satu sendok dari piring Ar-Ir ke piringku. Arsyad sempat bingung, kenapa nasgornya diambil.
"Kok punyaku diambil?" Tanya nya.
"Ini buat Mbak Ibit, Ar." Jelas ibu sambil menyerahkan nasgorku. Lalu aku memakannya sampai ludes.
Memang, yang bapak makan sangat pedas! Bapak sampai-sampai tidak tahan juga. Aku memakan punyaku, tidak pedas sama sekali.
Wah, wah, wah. Ini adalah pengalaman lucu yang takkan pernah kulupakan.

Sabtu, 30 Mei 2009

Hijaukan bumiku, sejahteralah bangsaku

Sekarang kata-kata itu sudah sering ditempeli dimana-mana. Seperti di Bank, sekolah, kantor, dan tempat-tempat umum lainnya. Aku berfikir. Mereka ternyata sudah tahu tentang pemanasan global yang sedang terjadi sekarang. Yang melakukan itu adalah salah orang-orang yang tidak tahu diri. Membuang sampah di sungai, menebang pohon sembarangan tanpa mengetahui muda atau tua, memakai alat transportasi yang tidak perlu, memakai AC berfreon, menggunakan parfum ber-CFC, dan lain sebagainya. Itu membuat bumi makin panas!
Ini akibatnya jika kalian semua masih melakuakn semua itu:
Membuang sampah di sungai pasti sudah tahu akibatnya. Jadi tidak perlu dijelaskan.
Menebang phon sembarangan. Manusia bisa kekurangan oksigen! Kenapa? Karena pohon dan tumbuhan lainnya adalh pabrik oksigen! Dari karbondioksida dibuat menjadi oksigen dan manusia menghirup oksigen lalu mengeluarkan karbondioksida dan diolah lagi menjadi oksigen oleh tumbuhan. Bagaimana kalau pohon-pohon di Indonesia sudah habis? Atau di seluruh dunia? Bayangkan!
Memakai alat transportasi terlalu banyak, itu dapat membolongi ozon bumi. Sinar matahari makin tambah banyak masuk ke bumi. Sinar matahari itu sangatlah panas. Dapat mencairkan es dalam sekejap. Jika lapisan ozon sudah habis kosong melompong, maka es di kutub akan mencair. Dan lautan semakin tinggi. Perkiraan profesor dunia, bumi bisa tertutup lautan kalau tidak cepat-cepat dicegah.
Memakai AC berfreon juga tidak baik! Sekarang sudah ada AC yang ramah lingkungan. Atau lebih hemat memakai kipas listrik biasa dan kipas sederhana.
Memakai parfum ber-CFC. Gasnya dapat melubangi lapisan ozon bumi.
Itu yang aku tahu. Mungkin masih lebih banyak hal-hal yang dapat membuat bumi tidak panas lagi.
AYO! Cegah pemanasan global secepatnya agar kita dapat hidup sejahtera!

Jumat, 27 Maret 2009

Kalau si kembar berpisah.......

Tadi malam, adikku Arsyad dan Irsyad berpisah sebentar. Arsyad di ajak oleh bapak ibu ke luar (jalan-jalan), sedangkan Irsyad ditinggal bersama aku dan Mbak Ririn. Saat Arsayad sudah pergi jauh ke Semarang bawah, Irsyad diam seribu kata. Aku sudah mencoba untuk menghibur agar tidak bersedih. Aku berkata:'Dek, Ir. Jangan nangis. Masak kamu kalah sama Anda-Anin yang setiap hari pisah. Kan nanti ketemu lagi. Mana sih usilnya Ir? Mana berisiknya Ir? Ayo dong, semangat!' Aku cuma berrkata begitu. Irsyad malah tambah sedih dan menelungkup di bantal. Nyerah deh!
Tiba-tiba, telepon berdering. Mbak yang mengangkat. Dikiranya itu adalah Fafa, teman Irsyad. Tetapi itu ternyata Arsyad! Huh! Pasti nanti Irsyad nangis kalau Arsyad diajak kemana, gitu. Pokoknya tanpa Irsyad! Kuduga, Irsyad akan menangis meraung-raung. Tapi dugaanku salah! Irsyad sedih menitikkan air mata seperti..... IRI! Tetapi Irsyad tidak meraung. Hanya duduk di sofa, menangis sedih, dan tidak mempedulikanku atau Mbak.
Jam sepuluh telah tiba. Aku dan adikku tidur di kamar bapak ibu. Adikku itu sudah terlelap di alam mimpi. Tapi aku mendengar suara mesin mobil. Aku berdiri dari lamunanku, dan pergi ke ruang tamu. Akuu membuka pintu yang tadinya ku-kunci. Ternyata di luar sudah ada Arsyad, bapak, dan ibu. Mereka memberi salam dan hanya aku yang menjawab. Arsyad masuk. Dan kata ibu:'Tadi arsyad juga bilang, kalau.... "Nggak asyik kalau pergi tanpa Ir".' Aku mendesah. Walaupun mereka keseringan tidak akur atau rebutan, mereka tetap saling mencintai dan menyayangi. Kembar itu sungguh...... Tidak diragukan lagi kasih sayang mereka!

Sabtu, 14 Maret 2009

Bubur Ayam Banyumanik

Hari Minggu! Aku akan makan bubur ayam disana. Selain enak, nggak tau tuh kenapa, aku tiba-tiba jadi suka banget sama bubur ayamnya.
Biasanya, aku sisa in buburnya. Tapi sekarang..... Saking sudah lama banget nggak makan bubur ayam, langsung ngebut deh! Malahan, aku lebih cepat dari bapakku (Soalnya, kalau makan , bapakku cepet abizzzz)! Tapi, kenapa adikku ngak suka sih sama bubur ayam yang seenak itu? Udah empuk, anget, and, banyak kacangnya. Kalau udah dicampur, kuahnya juga manis (Eh! kayak Bondan Winarno aja. Ngabsen rasa makanan. He..he..he..).
Bubur ayam ini dijual di Banyumanik. Depan Sarinah. dan di deket toko peralat menjahit dan kain.
Udah dulu ya. Aku mau makan bubur ayam. Pengen ngalahin bapak lagi!

Sabtu, 07 Maret 2009

Jam kuno

Keluargaku, kalau setiap hari Sabtu dan Minggu selalu ke rumah nenek dan kakekku.
Hari Sabtu sudah tiba. Seperti biasa, aku mempersiapkan baju dan kebutuhanku yang lain bersama adikku, Lita.
Aku memasukkan celana rumah tiga, baju rumah tiga, pakaian dalam lima, kerudung dua, celana dan baju pergi dua. Lalu kumasukkan peralatan mendiku. Aku membantu adikku memasukkan celana jins-nya yang super tebal. Setelah selesai, aku dan adikku masuk mobil dan menaruh tas ransel kami dibawah tempat duduk. Ayah dan Ibu sudah menunggu di dalam mobil. Kamipun berangkat. Perjalanan menuju rumah nenek membutuhkan waktu selama tiga jam.
Selama tiga jam di dalam mobil. Akhirnya, sampai juga di rumah nenek. Aku dan adikku yang tadi tertidur membuka mata saat mobil berhenti tepat di dalam garasa rumah kakek dan nenek.
"Kakek! Nenek! Lita ada di sini!" Lita langsung memeluk nenek dan kakek saking kangennya. Padahal, kan selalu bertemu setiap seminggu sekali?
Aku memeluk kakek dan nenek, dan menyalimi beliau.
"Kakek. Besok pagi, kita ke sawah ya? Aku kepingin mencari keong lagi kek." Rengekku pada kakek.
"Iya. Ada yang mau bantu nenek nggak? Tuh! Nenek lagi kesusahan mengupas kentang dan wortel!" Kata Kakek menunjuk nenek. Aku dan adikku mengangguk.
Selesai memasak. Kami langsung makan sup buata kami yang masih hangat itu di ruang makan.
"Eh! Anak-anak! Nenek punya hadiah lho buat kalian!" Kata nenek sehabis makan.
"Kita cuci piring dulu ya!" Kata nenek lagi.
SEtelah mencuci piring, kami ke kamar nenek. Setelah itu, nenek mangambil kotak kecil diatas lemarinya.
"Kalian boleh membukanya." Aku dan adikku langsung membuka kado itu. Dan..... di dalamnya ada sebuah jam tangan!
"Wow! Keren banget! Walaupun kayaknya udah kuno! Tapi, masih keren!" Teriak Lita.
"Iya nek! makasih ya nek." Kataku berterima kasih.
"Sama-sama. Kalian tidur dulu ya. Besok kan mau ke sawah bersama teman-teman mu." Jawab nenek lembut. Aku dan adikku mengangguk lalu berjalan menuju kamarku. Kamar yang bersar dan cukup untuk aku dan adikku.
"SElamat malam, Lita"
"Selamat malam, kak."
SEmenit berikutnya, kami telah diciuim nenek, dan terlena di rangjang tidur yang empuk di sini.

Senin, 16 Februari 2009

Salah seragam

Setelah ulangan semester dua. Sekolah kami mengadakan acara-acara menarik. Hari Senin, di sekolah acaranya bermain. Hari selasa, lomba memasak dan menata makanan. Hari Rabu, jalan sehat. Kamis, pelajarannya dikit, dan ada acara dari teman sekolah yang bisa humor dan membuat tertawa anak-anak (ya iyalah! Namanya juga humor!). Jum'at dan Sabtu libur.
Saat hari Rabu, anak-anak harus memakai seragam olah raga. Tapi, aku lupa. Jadi aku memakai seragam kotak-kotak ku. Aku berangkat menaiki mobila Ayah. Ibu sedang keluar kota. Ibu hanya diantar sampai ke seberang jalan raya.
Sampai di sekolah. Aku bingung sekali! Kenapa anak-anak se-sekolah memakai seragam olah raga? Batinku. Aku bertanya pada Sasa teman kelasku.
"Sasa, kok semuanya pakai seragam olah raga? Ini kan hari Rabu?" Tanyaku bingung pada Sasa.
"Kan sekarang ada jalan sehat Ni! Kenapa kamu lupa? Masih kecil, kok udah pikun sih Ni? Kamu tadi lihat jadwal nggak toh? Coba, aku lihat tasmu dong!" Kata Sasa.
Ah! Iya! Aku lupa! SEkarang aku malah bawa buku sekolah sama rukuh meneh! Batinku sambil tersenyum kecut.
"Ya Allah! Ani! Kamu bawa buku sama rukuh juga? Namanya bukan jalan sehat! Tapi mah! Ini sama aja sekolah terus belajar seperti biasa! Ani! Ani! Ya udah! Aku mau pergi dulu! Dah!" Kata Sasa menjauh sambil melambaikan tangannya.
Aku lemas. Ayah yang dari tadi masih menungguku masuk gerbang, hanya bingung setelah melihat kejadian itu.
"Ayah, kita pulang aja yuk! Aku ngga usah sekolah! Aku malu! Nanti kalau harus bawa tas, kan berat! Izin dulu dong yah!" Mohonku pada ayah.
"Oke!" Kata Ayah sambil berjalan keluar mobil ke kantor satpam.
Malu banget deh!

Kamis, 29 Januari 2009

Gara-gara belajar

“Hai Tia!” Sapa Nita di depan pagar rumah Tia. “Kita berangkat sekolah yuk!” Ajak Nita lagi.

“Oke! Tapi sebentar! Aku sedang menali sepatuku dulu!” Jawab Tia dari teras.

Nita melihat Tia sedang menali sepatu. Setelah Tia selesai, Nita memanggilnya lagi. Tapi tidak sambil berteriak lagi.

“Ayo Tia! Nanti kita telat ke sekolah lho!”Nita berlari meninggalkan rumah Tia sambil menggoda Tia.
“Iya-iya! Aku akan datang menyusulmu!”Kata Tia. Tiapun berlari menyusul Nita yang sedang menunggunya di dekat gardu listrik.

“Ayo terusin ke sekolah.” Ajak Tia. Mereka berduapun melanjutkan kembali perjalanan mereka ke sekolah.

Sampai di sekolah, mereka berlari ke kelas mereka. Kelas 3C.

Lapangan sekolah masih sepi. Maklum, mereka suka berangkat pagi-pagi ke sekolah, jadi pantas saja kalau lapangan dan sekolah masih sepi.

“Kita baca-baca dulu yuk! Atau kita mempelajari dan mengerjakan dulu, agar nanti kalau Bu Nur menyuruh mengerjakan, kita bisa mengerjakan yang lain hingga nanti nggak ada PR.” Ajak Tia.

“Oke.” Jawab Nita. Mereka berduapun mengerjakan buku. Tia mengerjakan buku paket Matematika. Sebelumnya, ia membaca dulu agar dapat menjawab soal-soalnya. Sedangkan Nita mengerjakan buku LKS Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Tiba-tiba……

“Hai! Eh! Kalian berdua sedang mengerjakan buku apa? Apa kalian berdua belum mengerjakan PR?”

Nita dan Tia menolah. Ternyata itu Lita!

“Halo! Nggak! Kami berdua Cuma lagi mengerjakan soal-soal dan membacanya.” Jawab Tia menjelaskan.

“Kalian nggak main aja? Biar enak gitu lho! Datang pagi-pagi kok udah memutar otak?” Tanya Lita.

“Enggak. Kami lebih suka seperti ini. Kalau kamu mau main, main aja! Nggak apa-apa kok!” Nita menjawab dengan santai.

“Ya udah! Aku main dulu ya!” Kata Lita sambil berlari.

Tia melihat ke arah jam dinding. Sudah pukul tujuh pas! Pantas saja sudah banyak anak-anak yang datang. Batin Tia. Iapun meneruskan belajar kembali.

“Banyak anak-anak lebih memilih bermain keluar daripada belajar di kelas. Yang belajar hanya 10-13 anak saja. Kenapa ya?” Tanya Tia berbisik pada Nita.

“Karena kalau bermain lebih enak dari pada belajar. Tapi kalau belajarkan lebih baik. Karena kita bisa lebih cepat pandai.” Nita menjawab sambil menulis dengan asyik di LKS.

Tiba-tiba ada bunyi bel sekolah, tapi..... kalau sekolah Nita dan Tia berbeda lho! Begini nih belnya!

“Kelas satu sampai enam. Dimohon masuk kelas. Diulangi lagi, kelas satu sampai enam. Dimohon masuk kelas. Terima kasih.” Begitu belnya!

Nita dan Tia mendengar bel itu. Merekapun membereskan meja mereka, dan menyiapkan buku pelajaran Matematika. Semua anak masuk kelas dan duduk di tempat masing-masing. Setelah semua duduk, Bu Nurpun masuk kelas dan mengucapkan salam.

“Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh anak-anak!” Salam Bu Nur.

“Wa’alikum sallam warohmatullahi wabarokatuh Bu Nur.” Jawab anak-anak serempak.

“Baik. Yang piket hari ini siapa? Fariz! Coba kamu bacakan!” Suruh Bu Nur.

“Baik Bu! Yang piket hari ini adalah Nadya, Syeila, Tia, Reza, dan Bima Bu!” Jawab Fariz.

“Kalau begitu. Nadya yang pimpin DO’A!” Suruh Bu Nur lagi. Nadyapun maju ke depan dan memimpin DO’A dengan suara yang lantang.

“Sikap ber-DO’A! Tangan diangkat, kepala ditundukkan! Membaca surah Al-fatihah di dalam hati masing masing!” Kata Nadya. Semua yang ada di kelas 3C menundukkan kepala dan ber-DO’A di dalam hati masing-masing.

“Selesai!” Teriak Nadya lagi.

“Terima kasih Nadya! Kamu boleh kembali ke tempatmu. Baik anak-anak! Hari ini kita ada ulangan mendadak! Bu Nur sangat minta maaf sebesar-besarnya. Karena PR dicocokkan besok hari Rabu. Tapi Bu Nur terpaksa karena sebentar lagi ulangan umum semester 2. Dan tak ada waktu lagi untuk belajar. Karena sebentar lagi Bu Nur mau mengajar di kelas 2A. Jadi Reza! Tolong kamu bagikan buku ulangan Matematika ini!” Kata Bu Nur sambil menyerahkan setumpuk buku pada Reza. “Bima! Tolong bantu Reza ya!” Bu Nur menyuruh lagi pada anak-anak yang piket. Bu Nur melihat wajah anak-anak. Kebanyakan banyak anak-anak yang berwajah pucat atau gelisah karena belum belajar. Dan hanya 10-13 yang berwajah tenang dan tidak setakut yang lain.

Nita dan Tia tidak termasuk yang gelisah. Mereka termasuk yang tenang. Karena tadi mereka sudah belajar.

“Aku nggak deg-degan tuh! Kenapa yang lain gelisah,, pucat, dan sepertinya takut?” Tanya Nita.

“Ya…. Karena mereka belum belajar.” Jawab Tia singkat.

Rezapun membagi bukunya kepada Bima. Dan mereka berduapun membagikannya kepada anak-anak lain ke maja masing-masing.

“Nadya, Tasya, Lendi, Verna, Rena” Kata Reza menyebutkan nama-nama sambil meletakkan buku. Dan seterusnya hingga buku-bukunya habis. Bima juga begitu.

“Baik anak-anak! Semua sudah mendapatkan buku ulangan Matematika?” Tanya Bu Nur.

Anak-anak ada sebagian yang hanya mengangguk karena masih takut dan gelisah. Dan masih sebagian lagi menjawab ‘iya’ karena tenang-tenang saja.

“Akan ibu bacakan soalnya! Kalian nanti tinggal menulis jawabannya saja di buku ulangan.” Kata Bu Nur lagi.

“Soal pertama! Berapa derajatkah sudut siku-siku?” Kata Bu Nur membacakan soal. Anak-anak yang tadi gelisah, sudah ada yang berseri-seri. Dan ada juga yang belum. Sampai seterusnya, ulangan berakhir.

“Jika ada soal yang tidak tahu, kosongkan saja!” Perintah Bu Nur.”Yang sudah selesai, harap dikumpulkan!” Kata Bu Nur lagi. Semua anakpun mengumpulkan buku ulangan mereka.

“Ini Bu.” Kata seorang anak. Anak itu adalah Tia.

“Iya Tia. Anak-anak duduk! Fariz. Karena kamu ketua kelas, tolong nanti panggilkan Pak Adli ya. Baik. Bu Nur akhiri. Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.”

“Wa’alaikum sallam warohmatullahi wabarokatuh.” Jawab anak-anak serempak. Bu Nurpun keluar bersama Fariz. Semua anak-anak yang ada di kelas mengobrol sebentar membicarakan ulangan Matematika tadi.

“Eh! Tadi ulangannya gampang-gampang ya! Tapi ada yang sulit juga! Nomer lima itu lho! Yang disuruh menggambar sudut tumpul dan segitiga sembarang! Aku harus menghapus bolak-balik karena coretannya salah.” Kata Nelis yang duduk di belakang Tia. Di samping Nelis ada Karin. Dan Karin ada di belakang Nita. Mereka berempat berhadapan sambil mengobrol.

“Eh! Itu Pak Adli! Ayo semuanya duduk yang rapi!” Kata Karin yang menjadi wakil kelas. Anak-anakpun duduk dengan rapi. Pak Adli masuk bersama Fariz, Fariz duduk di tempatnya dan Pak Adli berdiri di depan kelas sambil mengucapkan salam.

“Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh anakanak.” Salam Pak Adli.

“Wa’alikum sallam warohmatullahi wabarokatuh Pak Adli.” Jawab anak-anak serempak seperti saat menjawab salam Bu Nur tadi.

“Buka IPS-nya ya! Halaman 24 Bab 6! Kita akan belajar tentang macam-macam pekerjaan dan seterusnya.” Perintah Pak Adli pada seluruh murid.

Anak-anakpun membuka buku halaman 24. Anak-anak mengikuti pelajaran dengan sangat asyik! Pak Adli mendongengkan cerita tentang seseorang yang mencari pekerjaan. Intinya, pekerjaaan itu sangat penting dan pekerjaan itu sangat banyak! Jika mau bekerja harus sesuai keahlian.

Saat sedang asyiknya, tiba-tiba.....

Anak-anak kelas tiga sampai enam. Saatnya istirahat. Dan kelas satu sampai dua. Mohon untuk masuk kelas.”

“Hore!” Anak-anak kelas tiga keluar sambil mencari teman untuk bermain. Nita dan Tia mengajak Nelis dan Karin untuk ke kantin bersama. Di kantin, mereka mengobrol membahas tentang ulangan mendadak dan cerita yang lain.

“Tia. Kamu tadi bisa nggak ulangan Bu Nur tadi?” Tanya Nelis.

“Ya bisalah!” Jawab Tia sambil memakan baksonya. “Kamu sendiri?” Tia balik bertanya.

“Bisa!”

“Kamu yakin akan dapat seratus Tia?” Tanya Karin.

“Harus yakin! Itu karena tadi aku sama Nita belajar. Kalian tadi termasuk belajar kan?” Tia menjawab.

“Udah deh! Kita makan dulu! Nanti baksonya dingin terus nggak enak deh! Kalian pasti sudah lapar.” Kata Nita. Mereka semua mengangguk.

Akhirnya, mereka semua tahu. Bahwa kalau belajar, jangan Cuma kalau ada ulangan! Kita juga gitu ya!

Sabtu, 24 Januari 2009

Hari Yang Indah

“Vira! Vina! Ayo cepat! Kita harus datang ke pesta ulang tahun Lesi dan Seli!” Teriak Vita tak sabar. Mereka kembar tiga dan sudah remaja. Temannya, Lesi dan Seli juga kembar dan remaja.

“Iya, iya! Dasar ratu mengomel!” Teriak Vira dengan kesal dari kamarnya. “Nggak sabaran banget sih!” Teriaknya lagi. Vina yang pendiam dan tidak pintar bergaul hanya diam.

“Nah! Sedikit lagi.... Selesai! Kita cemon (dibaca ce) yuk!” Kata Vira.

“Kita sebentar lagi telat nih! Taksi yang kita pesan belum datang juga!”

Tit! Tit!

Tiba-tiba terdengar suara klakson mobil. Mobil itu berwarna biru, di pintu mobilnya ada angka 226, dan di atas mobil itu ada tulisan Taksi.

“Oh! Itu dia taksinya. Lama banget!”

“Sudah-sudah! Jangan mengomel begitu! Nanti supir taksinya juga ikut kesal lho!” Kata Vina yang sudah bosan mendengar kekesalan Vira dari tadi.

Merekapun masuk mobil. Mereka bertiga duduk di belakang.

“Mau kemana dik?” Tanya sopir taksi yang bernama Nugroho.

“Mau ke Pizza Hut. Teman kami berulang tahun disana.” Jawab Vina.

“Tapi agak cepetan dikit ya pak” Kata Vira yang masih kesal.

“Sip dik!” Pak Nugrohopun memundurkan mobilnya dan keluar dari kompleks Vira, Vina, dan Vita.

Sampai keluar komplks, Pak Nugroho melaju sangaaaaaaaaaatttttt kencang! Tak sampai 20 menit pun mereka sudah sampai.

“Waktu di mobil aku sang berdebar-debar lho Vir!” Teriak Vita saat keluar mobil.

“Kita juga Vit” Jawab Vira dan Vina bersamaan.

“Dik. Nanti mau dijemput atau tidak?” Tanya Pak Nugroho.

“Tidak usah pak. Nanti kami bertiga dijemput oleh ayah kami pak”

“Ya sudah. Mana uangnya dik?”

“Ini pak” Kata Vina sambil menyodorkan uang sebanyak 50.000.

“Makasih ya dik” Kata sopir taksi. Mobil itu mundur dan menjauh dari penglihatan.

“Sekarang kita masuk yuk! Aku takut kalau sudah dimulai” Ajak Vita. Vira dan Vina mengangguk. Mereka bertiga pun masuk ke dalam. Sampai di dalam, baru terdengar suara gaduh.

“Mungkin ada sesuatu yang telat. Jadi dimulainya sekarang” Bisik Vina ke telinga Vita. Vita mengangguk.

“Hai Vita, Vina, Vira! Kami sudah menunggu kalian dari tadi lho! Aku yang menyuruh mereka semua yang sudah datang menyambut kalian jika sudah datang” Sambut Lesi.

“Kita telat karena mereka berdua kelamaan sekaligus karena taksinya lama. Kenapa kita yang harus disambut?” Tanya Vita.

“Karena kalian adalah sahabat kami!” Teriak Lesi dan Seli.
“Kalian pernah ngasih aku unag buat makan kekanti karena waktu itu perutku sakit sekaligus lapar. Lalu, kalian pernah menghibur dan mendukungku saat aku kalah lomba komputer” Terang Seli. “ Kalian sangat indah bagiku! Aku belum beritahu kalian kan? Kalau kalian sekarang adalah sahabatku dan sahabat Lesi?”

“Oke. Sekarang kita sudah tahu. Kita lang sung rayain pesta aja yuk!” Teriak Vina sambil meloncat.

“Tidak seperti biasanya ya Vina seperti itu!” Bisik Vira pada Vita.

“Oh iya Lesi dan Seli tentunya. Sekarang aku nggak akan jadi anak pemalu dan pendiam lagi deh! Tapi, kalian mau nggak kalau aku ajak ke...” Tiba-tiba Handphone Vina berbunyi.

“Halo”

Halo Vina sayang. Ini ayah. Nanti Ayah Nggak bisa jemput karena ada rapat mendadak hari Minggu ini. Maaf ya sayang. Ayah pinjam uang kalian bertiga dulu. Nanti Ayah ganti. Oke? Ya udah, selamat berpesta ulang tahun...” Handphone Vina mati.

“Teruskan kata-katamu tadi Vina” Kata Lesi tak sabar lagi.

“Baik. Kalian mau nggak aku ajak ke ADA? Aku mau ajak kalian shopping, main, makan malam dan kita Foto box” Ajak Vina bersemangat. Mereka semua (kecuali Vina) mengangguk. Pesta ulang tahunpun dimulai dengan lancar.

***

“Eh! Pestanya udah selesai nih! Kita langsung pergi yuk!” Ajak Vina.

“Tapi kita harus bantuin Lesi dan Seli dulu. Mereka berdua mau bantuin bersih-bersih pesta nyampe jam dua” Tolak Vira.

“Ya udah deh! Aku bantuin juga” Vina membantu mereka dengan riang. Tidak seperti biasanya.

“Sudah selesai nih menyapunya! Membersihkan meja, membuang sisa-sisa makanan di tong sampah! Sekarang kita pergi ya! Ye! Ye! Ye!” Vina melompat sangat kegirangan!

“Beda dengan yang dulu. Jika bepergian Vina hanya tersenyum kecil” Bisik Seli. “Udah. Sekarang kita jadi pergi nggak? Pake mobilku aja ya!” Ajak Lesi.

“Oke deh!” Semua berteriak (Kecuali Lesi dan Seli).

Semuapun berang menggunakan mobil Lesi dan Seli. Sam pai di ADA, mereka langsung masuk dan ke lantai tiga.

“Kita ngapain dulu nih?” Tanya Vita.

“Kita makan dulu aja deh! Udah jam tujuh nih! Aku dah lapar. Habis itu kita main dan foto box. Penutupnya kita shopping. Gimana? Tapi pake uang masing-masing ya!” Kata Vina. Merekapun memesan makanan.

“Aku mau chicken steak yang ada di sana aja deh! Ada yang mau selain aku?” Tanya Vira. Vina mengangkat telunjuknya. Akhirnya, Vira dan Vina ke stand itu.

“Aku mau fried chicken” Kata Vita sambil berjalan menuju stand fried chicken.

“Kita apa?” Tanya Lesi kepada Seli. “Nasi goreng mau nggak?” Tanya Lesi lagi. Seli mengangguk. Merekapun ke stand masakan tradisional. Bersamaan itu, Vita kembali sambil membawa nampan yang berisi fried chicken dan minumannya Coca-cola zero sugar botolan. Ia duduk dan memakannya. Sehabis itu, Vira dan Vina kembali dengan tangan kosong.

“Kalian pesan apa? Kok nggak bawa apa-apa?” Tanya Vita.

“Kan pakai nota. Nanti juga dianterin. Minumannya kita lemon tea” Jawab Vira. Vitapun melanjutkan makan.

Yummy! Nasi gorengnya pasti enak! Iya kan Lesi?” Tanya Seli yang tiba-tiba dating dengan membawa nampan yang berisi dua nasi goreng dan juice melon. Mereka berdua duduk dan makan.

“Silahkan mbak. Ini pesanannya” Kata seseorang tak dikenal. Sepertinya itu pelayan.

“Makasih mbak” Jawab Vira dan Vina bersamaan. Mereka memakai sedikit saus sambal. Semuanya makan dengan lahap! Tak ada 10 menit, mereka semua sudah habis!

“Sekarang istirahat dulu deh! Aku masih kenyang dan perutku agak mules” Kata Vina sambil berlari ke toilet. Mereka semua tertawa.

“Kita ngobrol yuk! Aku dulu ya. Tahu nggak Vira kenapa?” Tanya Vita tiba-tiba.

“Kenapa?” Tanya Lesi dan Seli.

“Kemarin, kita bertiga sedang main di halaman. Tiba-tiba ibu memanggil ‘anak-anak! Ada kue!’ ibu teriak dari dalam. Lalu menaruh kue di teras. Kami semua berlari. Seperti berlomba kami berlari secepat-cepatnya. Tetapi, Vita larinya cepeeeeeeeetttttttt banget! Dia ngerem mendadak waktu sudah sampai teras. Dia terjatuh tepat di dekat kue! Wajahnya belepotan cokelat! Ibu menomelinya!” Semua tertawa. Vita yang ada di situ mukanya merah padam karena malu.

Tiba-tiba Vina datang.

“Yuk kita main!” Ajak Vina. Mereka semua meminum minumannya masing-masing hingga habis, ada juga yang hanya setengah. Sehabis itu, mereka semua berlari untuk membeli koin. Mereka berlari lagi menuju Dance Dance Revolution (DDR). Mereka berlima Hompimpa. Dan yang duluan main adalah Lesi dan Vita. Vita dan Lesi suit. Yang menang di sebelah kiri. Ternyata yang menang Vita. Vita ke kiri dan memilih lagu. Ia memilih tingkat medium. Dia juga yang memilih. Pertama, dia memilih lagu Butterfly. Lagu kedua, ia memilih I not I love you. Dan lagu ketiga, Vita memilih lagu Afronova! Itulah lagu yang paliiiiing tersulit bagi mereka. Mereka harus memperhatikan monitor dan menginjak kalki sesuai arah panahnya dan injakan kakinya. Akhirnya waktu penilaian, yang menang…… Lesi! Dia mendapat nilai B! Vita mendapat nilai C. Selanjutnya, Seli, Vira, dan Vina hmpimpa lagi. Hingga seterusnya! Hingga mereka semua lelah.

Pukul 20:25 malam, mereka semua pulang. Vira, Vina, dan Vita menelefon taksi. Sedangkan Lesi dan Seli menggunakan mobil mereka sendiri diantar supir pribadi. Hari yang sangat indah bagi mereka semua ya!



.


Cokelat Panas Terbaik

Vera adalah anak yang cantik, pintar, aktif dan kadang agak pelupa. Vera tidak suka diam, dia selalu mempunyai akal untuk mengisi waktu luangnya.

Ibunya bekerja sebagai penjual cokelat panas jika musim dingin. Tetapi jika musim panas ibu Vera hanya berjualan kue jahe, kue kering, dan gorengan keliling. Ayah mereka sudah meninggal dua tahun yang lalu.

Pada suatu hari Vera ingin membantu ibunya menjual cokelat panas, karena sedang musim dingin.

“Bu, boleh kubantu?” tanya Vera.

“Tentu saja sayang. Jagain warung ya, nanti cokelatnya ibu antar” jawab ibu.

Verapun berlari menuju garasi mobilnya yang dan sekarang dipakai untuk berjualan. Vera menawarkan cokelat panas pada setiap orang yang lewat didepannya dengan sopan. Tiba-tiba ibu datang dengan bubuk cokelat panasnya.

“Ini cokelat panasnya sayang, nanti ibu kesini lagi”

“Iya,bu” JawabVera singkat.

“Mari bu, cokelat panasnya. Hangat dan menyehatkan...” tawar Vera lagi kepada ibu yang lewat didepannya.

“Ibu mau kok nak. Secangkir berapa ya harganya?” Tanya ibu itu.

“O... Secangkir hanya 1500 kok bu...”

“Ibu beli tiga ya. Tapi nanti malam saja pukul tujuh ya. Ibu mau mengajak keluarga ibu juga...”

“Tidak apa-apa bu. Nanti saya siapkan pukul tujuh” Jawab Vera. Ibu itupun meninggalkannya.

Hari sudah hampir Maghrib, ibu Verapun memanggil anaknya untuk sholat Maghrib bersama.

“Vera! Ayo nak kita sholat dulu! Sudah Adzan Maghrib!” Panggil ibu dari dapur.

“Iya bu!” Jawab mereka Vera sambil menutup pintu garasi.

Sehabis wudhu, mereka berdua shalat berjamaah. Selesai shalat, mereka makan malam.

Saat suapan terakhir, Vera teringat perkataan ibu tadi. Ia pun menengok jam dinding. Ternyata pukul 06:50! Ia pun menurunkan sendoknya dan melaporkan semuanya pada ibunya. Setelah ibu mengerti, Vera baru memasukkan suapan terakhir dan membantu ibunya membuka warung lagi hingga pukul 21:00 malam. Tapi kali ini mereka tergesa-gesa sekali! Menyiapkan tikar, membawa termos yang berisi air panas, cangkir, aneka minuman sachet, es, Jagung untuk dibakar, arang, bubuk cokelat panas, camilan, dan lain-lain yang dibutuhkan. Akhirnya mereka menunggu hingga pukul tujuh. Sambil menunggu, Vera membaca majalah bekas yang dibelinya kemarin di depan sekolahnya. Sedang asyiknya membaca. Tiba-tiba….

“Assalamua’laikum” Salam seseorang di di depan garasi.

“Wa’alaikum salam” Jawab ibu Vera ramah. “Mau minuman apa? Dan camilannya apa?” Tanya ibu. Vera menurunkan majalahnya dan kaget! Ibu itu membawa keluarganya juga! (Benarkan? Vera kadang agak pelupa?)

“Jagung bakar yang tidak pedas dua, dan yang pedas satu. Minumannya semuanya cokelat panas” Pesan ibu itu.

“Vera, siapkan cokelat panasnya ya... Biar ibu yang membakar jagungnya...” Suruh ibu.

“Baik bu” Jawab Vera. Dengan cekatan mereka mengambil cangkir, memasukkan bubuk cokelat buatan sendiri dan air panas.Vera menaruh tiga cangkir itu diatas piring tanah liat, dan memberikannya kepada keluarga itu.

“Silahkan bu...”

“Iya. Terima kasih ya. Nama kalian siapa nak?” Tanya ibu itu.
“Saya Vera” Jawab Vera.

“Kamu anak pintar ya, cokelat panas dan jagungnya juga enak” Kata ibu itu memuji Vera dan dagangannya.

“Terima kasih bu” Jawab Vera. Ia sangat maluuu sekali.

“Ini adalah cokelat panas terbaik di dunia!” Teriak anak ibu itu sambil berdiri dan mengangkat tangannya. Mereka semuapun tertawa bersama sambil bercakap-cakap, berkenalan, bercanda sambil memakan dan meminum cokelat panas dan jagung bakar. Keluarga Vera dengan keluarga itu cepat akrab lho!