Selasa, 29 Desember 2009

Om-ku

Sambil menulis judul 'om-ku sayang', aku mengingat-ingat apa yang dilakukan om-ku untukku. Karena ini tugas sekolah untuk menulis tentang orang yang kita sayangi. Terutama om-ku. Banyak yang sudah kami lalui bersama sejak kedua orang tuaku tiada karena kecelakaan. Akan ku-tulis satu per satu.

Omku sayang.....
Sejak kedua orang tuaku meninggal karena sebuah kecelakaan, aku di temani om Danu. Ia seperti ayah kandungku sendiri. Omku itu bekerja di sebuah kantor swasta. Setiap malam minggu, aku diajak jalan-jalan om Danu dan Tante Alin. Juga anak Om Danu, Arif. Walaupun laki-laki, dia tidak nakal selayaknya anak laki-laki yang sebenarnya.
Aku dibuatkan kamar sesuai seleraku oleh Om Danu. Ruang kerjanya beliau relakan untuk kamarku. Dinding yang semula merah menjadi biru muda. Ada ranjang, sofa, keset, gorden, kotak mainan, meja belajar, lemari baju, dan sebagainya. Aku pun di angkat menjadi anak Om Danu dan Tante Alin. Aku kadang masih memanggil Om Danu dengan sebutan 'Om' yang seharusnya Papa. Aku sangat sayang dengan Om Danu.
Pernah suatu saat aku tertabrak motor Tangan kananku patah, aku langsung dibawa pengendara motor itu ke rumah sakit. Om Danu datang bersama Arif dan Tante Alin. Mereka membawakanku buah-buahan yang kusuka. Om Danu tidak memarahiku karena aku tidak menengok kiri dan kanan. Tapi Om Danu menasihatiku agar lebih hati-hati. Tiap malam aku belajar di ajari Tante Alin yang bekerja sebagai guru sekolahku. Om Danu selalu menghadiahkanku buku cerita dan pelajaran tiap aku berulang tahun dan saat berjalan-jalan.
Aku selalu berdo'a untuk kedua orang tuaku di atas sana. Semoga mereka diterima di sisi Allah.

Tak terasa, air mataku melele. Aku mengusapnya dengan sapu tangan hadiah dari Mama atau Tante Alin.
"Kenapa kok nangis, sayang?" Tante Alin mengusap rambut hitam sepunggungku.
"Nggak papa, Ma. Cuma teringat kejadian-kejadian yang sudah berlalu." Aku menutup kertas.
"Oh... ya sudah. Bentar lagi Papa pulang. Kita mau diajak makan di luar. Ayo, sekarang sholat maghrib lalu ganti baju ya...."
Aku mengambil air wudhu lalu shlat bersama Arif dan Mama.
Aku berdo'a dalam hati.....

Ya Allah.... tempatkan kedua orang tuaku di tempat yang sudah kau janjikan....
Ya Allah....aku bersyukur kau telah menempatkanku di tengah-tengah keluarga ini....
Ya Allah....buat aku menjadi anak yang sholeh.....
Amin....

Aku melipat mukenaku dan ganti baju. Aku merasa bersyukur menjadi anak angkat Om Danu. Di sini tenpatku di sayang, di manja, dan mendapat perhatian.


Minggu, 27 Desember 2009

Ke Pantai

Ini pengalamanku kemarin hari Minggu tanggal.... berapa ya? Lupa!

Kemarin lusa, kata Budhe Ar (sebut saja begitu), besok pagi mau ke pantai. "Sayang aku nggak ikut." Keluh Mas Farr. Nggak cuma Mas Farr, orang tuaku juga tidak. Aku menghabiskan liburan sisa di rumah kakek-nenek dan sepupu.
Aku segera tidur. Sebenarnya nggak ingin, sepupu perempuanku (Mbak Shii) juga nggak ingin. Maka, saat lampu di matikan, aku menyalakan senter kecil dan menyalakan handphone di aplikasi opera mini. Kami membaca cerita anak di internet hingga pukul sepuluh dan tertidur...

KEESOKAN PAGINYA....

"Ayo. Bangun! Bangun! Nyuci! Nyapu! Bangun! Jangan cuma tidur...!!!!" Mbah ( nenek) ku memang begitu. Di sini, perempuan harus mencuci, mencuci piring, memasak, nyapu halaman yang luas..... tapi asyik juga walaupun awalnya bete. :P
Setelah bantu-bantu, kami pun mandi. Karena pantainya jauh, jadi agar sedikit sejuk, kami mandi dulu. Apa lagi nanti yang ikut banyak. Kan panas mobilnya?
Setelah menyiapkan pakaian dan berpakaian rangkepan, kami semua masuk kemobil Kijang. Baru setengah jam aja, semua i\udah pada molor. Kecuali yang menyetir. (kalo tidur, nambar dong!!!!)

Seperti lima menit saja, udara laut langsung tercium. Kami semua turun dari mobil dan meletakkan barang-barang di kursi bambu kosong di bawah pohon yang rimbun. Aku membuka baju rangkepan dan langsung berlari menuju air laut. Dari jauh terlihat biru. Tapi ternyata, airnya bening!!! Bening banget, Aku bisa melihat batu karang yang indah terkena pantulan cahaya matahari. Udah gitu pasirnya putih... Aku melihat bulu babi. Aku ingin mengambilnya, membakarnya, dan memakannya. Tapi pakai apa dong. Kalau pake tangan, bisa gatel-gatel. Aku ngambil tongkat kayu. Om-ku udah bisa dapet satu. Aku mencoba. Tapi, ternyata susah banget!!!! Aku putuskan dan rela tidak mencoba bulu babi. Aku menyusul Om Bond bersama ke-empat sepupu laki-laki kecil SD kelas 1 dan tk B.

Wah... ternyata, mereka menunggu ombak. Aku duduk, memang dangkal, aku menutup mata, agar tidak kemasukan air, menutup rapat bibir agar tidak ke-minum, dan menutup telinga agar tidak kemasukan air pula. Tiba-tiba, waktu sepupu perempuanku mengajak ngobrol sambil menutup mata, ombak yang menenggelamkan aku menyerang! Air laut yang asin masuk ke mulut.

"PUHHH!!! Kan udah di bilangin, jangan ngajak ngobrol. Apa lagi tentang batu yang kamu temuin, kamu juga maksa aku liat lagi.... Kena batunya deh...." Aku protes.
"Udah, mendingan kita balik aja. Jadi bisa ngobrol dan membuka mata." Kata sepupu perempuanku yang lain bernama Mbak Nass.

Kami bermain du situ hingga puas!!!! Apa lagi, ni pantai di Jogja dan di sebuah desa yang sangat terpencil. Juga tidak terkenal. Kapan-kapan aku ingin ke situ lagi dan mengajak keluargaku. Agar bisa melihat laut yang indah ini!!!

*Sori ya guys! Aku nggak bisa ngasih liat fotonya. Soalnya handphone-ku disuruh ditinggal di kursi bambu, dan kebetulan, baterainya juga mau abis..... :P

Minggu, 13 Desember 2009

Tanaman dari Nyonya Andrea

Nisa termenung di depan jendela. Hujan turun dengan derasnya. Membasahi kebun bunga yang baru saja ia siram. Namun entah kenapa. Tiba-tiba turun hujan dengan derasnya.
"Nisa, sayang. Makan kuenya. Terus diminum tehnya. Semoga, besok pagi hujan sudah reda. Jadi, kita bisa berjualan bunga lagi." Hibur Kak Anis, kakak Nisa.
Nisa mengambil sepotong kue cokelat dan menyeruput teh yang masih panas. "Andaikan ibu masih ada. Mungkin kita tidak hidup susah begini, kak." Tiba-tiba dari mulut Nisa keluar kata-kata itu.
"Yang sudah terjadi biarlah terjadi, Nisa. yang penting, kita bisa menghidupi keluarga kecil ini dan bisa melihat masa depan."
"Kak, kita belum bisa membuat kebun bunga yang lebih aman? Misalnya dengan atap."
"Suatu hari nanti, kita pasti membangunnya. Ayo kita tidur. selimutnya sudah kakak cuci. Ayo tidur. Kakak mau menyalakan api di perapian yang hampir redup." Nisa menghabiskan tehnya lalu berbaring di tempat tidur tipis. Nisa masih memandangi kakaknya yang susah payah menghidupkan api di perapian. Nisa meniup lilinnya lalu berusaha tidur.
Keesokan harinya, Nisa terbangun. Hujan sudah reda. Kak Anis masih tidur di sampingnya. Api perapian sudah mati. Nisa mencuci muka di belakang. Lalu melihat keadaan kebun bunganya.
Tidak ada apa-apa. Hanya ranting-ranting yang berjatuhan, dan sedikit bunga yang jatuh saking derasnya hujan. Kak Anis sudah di belakang Nisa. membawa peralatan kebun. Nisa dan kakaknya membersihkan kebun dengan telaten. menyingkirkan ranting berduri, meletakkan bunga-bunga yang jatuh di tempatnya yang masih layak. Lalu mereka menyirami bunga-bunga.
Setelah menyelesaikan pekerjaan itu, ada kereta kuda datang di depan kebun bunga. Turunlah seorang wanita dengan gaun cantik nan indah.
"Boleh aku membeli satu ikat bunga yang sudah dirangkai?" Tanya wanita itu.
"Tentu saja, nyonya. Saya ambilkan." Kak Anis mengambil seikat bunga di laci tersembunyi yang letaknya di bawah tempat bunga. Lalu menyerahkannya pada wanita itu.
"Ini, aku berikan 10 sen. Dan tolong tanam biji ini. Tiga hari lagi, aku akan datang."
"Baik nyonya...nyonya..." Nisa tergagap. Tidak tahu siapa nama wanita itu.
"Nyonya Andrea." Wanita itu memperkenalkan diri. Lalu pergi dengan gaun yang terseret-seret.
"Nisa, tolong tanam biji ini. kak Anis akan membuat sarapan untuk kita berdua." Nisa mengambil sekantung biji di sebelah Kak Anis. Di dalam kantung hanya ada empat biji. Tanpa basa-basi, Nisa langsung menanan ke-empat biji itu. Lalu menyiraminya.Lalu, Nisa masuk ke dalam rumah mungilnya untuk sarapan dan mandi.

SORE HARI

pada sore hari, saat Nisa dan kakaknya sedang berbincang-bincang di teras rumah, Kak Anis tak sengaja melihat tanaman yang indah.
"Nisa. Lihat. Apakah itu tanaman milik kita?"
"Wah, mungkin itu biji yang Nisa tanam tadi. tapi masa secepat itu bisa tumbuh?"
"Itu biji ajaib! Dalam sekejap bisa tumbuh besar! Dan ini adalah gelombang cinta! kalau dijual, kita bisa memenuhi kehidupan kita. dan kamu bisa sekolah."
"Tapi, kak. bukankah Nyonya Andrea akan mengambilnya tiga hari lagi? beliau kan hanya menitipkan biji tanaman itu di sini?"
Kak Anis tertunduk. Hari sudah senja. Kedua kakak-beradik itu pun masuk ke dalam rumah untuk makan malam dan tidur.

TIGA HARI KEMUDIAN

Suara kaki kuda terdengar. Kak Anis yang sedang memupuki ladang jagung di kebun belakang memanggil Nisa untuk menyambut. Nisa yang sedang membereskan tempat tidur buru-buru keluar rumah. Ia merapikan gaun kumalnya yang agak berdebu.
Nyonya Andrea!
"Selamat pagi, Nyonya Andrea...."Sambut Nisa.
"Bolehkah aku mengambil empat tanamanku?" Tanya Nyonya Andrea ramah. Nisa yang sudah meletakkan tanaman di pot mengangkatnya dengan susah payah. Hampir saja menjatuhi kaki kecilnya.
"Terima kasih. namun aku hanya butuh du tanaman untuk para pelangganku. Bisakah panggilkan saudaramu?" nisa berlari kecil menuju kebun belakang. kakaknya sedang memanen jagung di kebun kecil mereka.
"Kakak. nyonya Andrea ingin bertemu." Kak Anis meletakkan keranjangnya dan menggandeng tangan Nisa.
"Nisa, tolong kau lanjutkan lagi pekerjaan kakak. Nyonya Andrea ingin berbicara empat mata." Nisa mengangguk lalu berjalan menuju kebun belakang.
"Begini, aku hanya membutuhkan dua tanaman gelombang cinta. Karena itu, aku ingin memberikan sisanya untuk keluarga kecil kalian. Aku ingin Nisa bisa sekolah. dan memperbaiki kebun bunga yang sudah agak rusak karena hujan lebat. Jual tanaman itu, hidup kalian tidak akan melarat lagi." Saat Kak Anis ingin mengucapkan terima kasih, Nyonya Andrea telah menghilang. Ternyata Nyonya Andrea adalah penyihir baik yang sedang menyamar.
"Nisa! Kemarilah!" Nisa berlari tergopoh-gopoh menghampiri Kakaknya.
"Kamu bisa sekolah, Nisa. Kamu bisa sekolah!" Kak Anis memeluk Nisa. Nisa bingung dengan kakaknya.
"Kita bisa menjual gelombang cinta. hidup kita akan cukup, Nisa! Kamu bisa sekolah..." tak terasa, air mata bahagia Kak Anis menetes. Nisa balas memeluk kakak tercintanya.
Dan sejak saat itu, Kak Anis mempunyai tiga pekerjaan. Tukang bunga, penjual kue, dan penjaga toko pribadi. dan Nisa bisa sekolah lagi. Tapi mereka berdua tak bertemu dengan Nyonya Andrea lagi. mereka ingin mengucapkan terima kasih. Namun tak jauh dari sana, penyihir baik tersenyum melihat senyum bahagia kakak-beradik itu....

Itu jajan...

PELAJARAN PKN
Guru:"Ada yang tahu makanan khasnya Jogjakarta?"
Aku:"Bakpia!"
Guru:"Itu jajan. Ganti yang lain. Semarang?"
Aku:"Lunpia!"
Guru:"Itu jajan...yang bener tahu gimbal."
Aku:"Mesti disengajain." [dalam hati]

Ada yang setuju denganku?
Atau bener itu cuma jajan?
Aku yang salah, atau guruku yang salah?