Senin, 27 September 2010

Mimi

"Tujuh pangkat dua, tuh, berapa sih, Mim?"
"Entahlah,"
"Kamu bisa ke rumahku, nanti sore?"
"Entahlah,"
"Bisakah nanti kamu online, di facebook?"
"Entahlah,"
"Mau minum teh di rumahku?"
"Entahlah,"
"Aku punya boneka baru. Mau pinjam?"
"Entahlah,"

Sahabatku, Mimi. Sejak kami mulai dekat, setiap kali aku bertanya. Dia pasti menjawabnya dengan kalimat: "Entahlah,"
Apa maksudnya itu?! Aku sebenarnya sudah frustasi dengan sifatnya. Aku tahu dia cantik, berbakat, dan pintar. Dia juga tidak cerewet. Kalemmmm... sekali. Tapi, apa aku berhak memarahinya. Meskipun dia sahabatku?
Sebenarnya, tanpa diminta pun. Dia selalu membantuku dalam segala hal. Tapi, itulah anehnya. Kalau aku meminta, atau memohon. Barulah dia tidak membantuku. Dan belakangan ini, aku tidak banyak bertanya padanya. Agar dia selalu membantuku.

Bagiku, Mimi adalah anak yang misterius. Meskipun kadang, dia tetap mengajakku bermain dengan ria. Tetapi, ada kalanya dia menjadi misterius. Itu seperti... seperti... seperti... Drakula. Pada siang hari, mungkin dia bermain ria di dalam goa, bersama teman-temannya. Tapi malam harinya, dia menghisap darah manusia dengan kejam. Dan tidak berperikemanusiaan. Saat diselidiki, sama sekali tidak meninggalkan jejak. Atau istilahnya; Misterius.
*************************************************************************************
Minggu siang ini, aku bermalas-malasan di dalam kamar. Menyalakan laptop, atau bermain boneka. Bulan ini, orang tuaku ke Amerika. Bulan depan, ke Singapore. Memang tidak menyenangkan apabila kedua orang tuaku itu tidak ada di rumah. Aku tidak punya kakak. Aku tidak punya adik. Jadi, kehadiran Mimi di kehidupanku sangat menguntungkanku. Dia suka sekali menginap di rumahku. Maka dari itu, Aku sering sekali mengadakan acara Girl's Sleepover di rumahku.
Tentu saja yang hadir tidak hanya Mimi. Beberapa teman kelas yang dijinkan juga ikut. Aku begitu senang di saat-saat itu.

Tapi, semua itu sudah lewat. Sekarang aku sudah kelas 3 SMA. Apa daya yang akan kulakukan. Beberapa pekan lagi, aku sudah masuk Universitas. Aku selalu berusaha membayangkan semua keasyikan menjadi seorang Mahasiswi. Dulu, saat masih Sekolah Dasar, aku dan Mimi selalu mengkhayalkan diri kami saat dewasa. Menikah dengan siapa, punya anak berapa, tinggal dimana.... Kami menebak-nebak.
Tapi anehnya, sekarang, saat hidup itu hampir kugapai. Aku malah sedih, dan kecewa. Sejak masuk SMP, aku sudah tidak bertemu Mimi. Dan saat masuk Universitas nanti, aku tidak akan bertemu dengan semua teman-temanku. Mereka masuk Universitas di Indonesia. Sedangkan aku, masuk Universitas Singapore.
Hhhh... semuanya telah berubah.

"Ayu, siapkan semua baju yang ada di lemari. Semua barangmu, harus bisa dimasukkan ke dalam tida koper besar, lho, ya..."
"Iya, Ma. Aku bisa mengurus diri sendiri, kok. Tenang aja. Pas liburan nanti, aku pasti ke Perancis. Oke, deh, Ma. Aku siap-siap dulu. Dagh..." Aku menutup HPku. Sebenarnya, semua barang sudah kusiapkan. Lalu aku memungut sebuah pigura foto.
"Mimi..." ya, disitu adalah fotoku dan Mimi saat aku mengajak keluarga Mimi ikut berlibur dengan kami ke Jepang. Kami berfoto ria di bawah pohon sakura. Tak sadar, air mataku menetes. Aku sudah sangat merindukannya.
Semua kemisteriusannya, senyumnya, semangatnya, candanya, kepintarannya... Semuanya. Oh, Mimi. Sebentar lagi aku akan meninggalkan Indonesia beberapa tahun lamanya. Tolong, perlihatkanlah batang hidungmu. Agar bisa kutarik, lalu aku bisa memelukmu untuk terakhir kalinya. Aku sudah tak peduli dengan semua kata "Entahlah," kepunyaanmu. Aku hanya ingin melihat senyuman manismu.

Tolong, Mimi... Perlihatkanlah dirimu... Aku mohon....
*************************************************************************************
Saatnya sudah tiba. Aku berangkat ke Singapore. Berkali-kali kuusap air mataku yang selalu menetes. Teman-temanku sibuk mengingat kenangan kami dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, SMP, SMA, dan detik ini. Sekarang.
"Sayang, Mimi tidak ada disini. Andaikan dia ada di sini, apakah kau ingin menyuruhnya menyanyi untuk terakhir kalinya, Yu?" tanya seorang temanku.
"Tentu saja. itu, pasti. Tapi dia tidak ada disini, Mel," tanggapku sedih.
Teman-temanku langsung menutup rapat bibir mereka. Mereka tahu, aku rindu Mimi. Aku ingin bertemu dengannya. Setelah enam tahun lamanya tidak bertemu. Bayangkanlah...

Pesawat yang akan aku tumpangi sudah tiba. Semua teman-temanku mengeluarkan barang kenangan untukku. Aku tidak bersedih untuk mereka. Aku bersedih, karena tidak bisa melihat Mimi. M-i-m-i. Mimi. Ya ampun, apa yang harus aku lakukan, agar kau menampakkan diri, Mimi?
"Sukses disana, ya, Yu. Kamu masih bisa balik ke Indonesia, kan? Kapan-kapan..."
"Yup. Kita bisa ngadain Girl's Sleepover lagi. Tapi di hotel. Nyenengin nggak, tuh?"
"Hahaha.... aku tahu. Semua yang udah lalu, jangan dilupakan ya?" Aku mengingatkan.
"Simpen barangku, ya, Yu."
"Aku juga!"
"Jangan lupakan aku, dong..."
"Aku yang pastinya tidak akan dilupakan." suara seseorang paling belakang. Dengan rambut hitam dan panjang, wajahnya pucat. Suaranya misterius. Tapi anehnya, semua teman-temanku tidak mendengarkan suara itu.
"Akulah, Mimi, Ayu." orang misterius itu melanjutkan kalimatnya.
"Kaukah, Mimi?" Aku berjalan ke orang itu. Aku tidak begitu yakin, dia itu adalah Mimi.
Aku di depan gadis itu. Sekitar tiga langkah. Tiba-tiba, dia menyergapku. Memelukku. Bajuku basah oleh tangisannya. Aku baru sadar. Dia benar-benar Mimi yang aku cari.
"Bagaimana kau tahu aku disini, Mim?" tanyaku sedih. "Aku akan berangkat sepuluh menit lagi."
"Aku bisa meramal, Yu. Dan ramalanku saat kita SD ternyata benar. Universitas mu ada di Singapore! Singapore, Yu! Selamat untukmu, Yu!" Mimi menjabat tanganku dengan erat.
"Aku tahu," aku memeluk Mimi dengan erat.

"Yu, aku nggak mungkin bakal meluk kamu terus, kan?" tanya Mimi. Aku mengangguk pelan. "kalo gitu, kamu cepet berangkat. Nanti di dalam pesawat, aku punya kejutan buatmu."
"Kamu....?" Aku tidak rela melepaskan tangannya yang dingin, Tapi bagiku, hangat.... Sehangat kain sutra.
"Udah, cepetan... habis ini, aku mau kembali ke awan..."
"Hah?"
"Dadah, Ayu!!!!" Mimi lalu meninggalkan ku. dia keluar bandara.

Aku dengan hati tenang, lalu menggenggam tiket pesawatku dengan semangat. Saat aku berlari. Seorang temanku bertanya;
"Kamu tadi ngobrol sama sapa, tho, Yu????"
Aku menjawabnya dengan senang dan jujur.
"Dengan MIMI!!!! Aku pamit ya...!!!!" aku lalu naik tangga. Dan beberapa anak tangga lagi, aku masuk ke dalam pesawat.
Aku menghela napas. Tekadku untuk masuk Universitas ramalan Mimi, sudah bulat. Akhirnya aku masuk peswat. Dan mencari kursiku.

Dan di kursiku itu, ada sebuah surat. Dari kertas putih. Tapi saat kuraba, kertas itu halus sekali. Seperti terbuat dari awan.

Untuk sahabatku, Ayu...
Ayu, maafkan aku. Bikin kamu kaget, ya? Temen-temenmu bener. Kamu itu, sebenarnya ngobrol dengan siapa?
Kamu itu, mengobrol dengan.... ARWAHku.
Kumohon, jangan menangis, jangan menangis....
Jangan sedih... jangan sedih....
Aku meninggal, karena tertabrak mobil
Aku tahu, kamu nggak terima
Tapi, itulah alasanku. Tidak satu SMP denganmu.
Karena aku tahu, aku sudah sampai di sana.
Tempat tinggal baruku ada di kampung halamanku.
Di samping SD kita dulu, Yu.

Jangan sedih, dari mantan sahabatmu, yang kini bahagia melihatmu....
Mimi

Rabu, 25 Agustus 2010

Ikan Hias Sofie

Sofie menemani Ibu pergi ke pasar. Sofie dibelikan Ibu satu botol gelembung, satu cone gulali, dan satu cup kue gula. Lalu Ibu menghampiri sebuah penjual buah.
"Sofie, jangan kemana-mana ya? berdiri di samping Ibu aja.." Sofie menjawabnya dengan anggukan, sambil tetap terus melahap gulalinya. Sedangkan Ibu sibuk memilih buah.

Tiba-tiba, Sofie melihat penjual ikan hias yang sedang menjajakan dagangan. Sofie takjub melihat ikan cupang di akuarium yang berwarna oranye dan biru. Sofie juga melongo melihat ikan mas koki yang apabila terkena sinar matahari akan.... WUIH! Pokoknya cantik banget, deh...
"Abang! Yang ini harganya berapa?" panggil Sofie, matanya tetap menatap akuarium. Gulalinya sudah habis. Sekarang Sofie memakan kue gulanya.
"Oh, cupang itu lima ribu, Dik." jawab Abang penjual ikan.
"Tapi Sofie tidak punya uang.." kata Sofie polos.
"Kalau Adik tidak punya uang, tidak bisa beli!" jawab Abang lagi. Tapi kali ini dengan TEGAS!
Sofie cemberut. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia sangat ingin membeli kedua ikan tadi. Satu tetes air mata sudah membasahi pipinya.

"Sofie! Aduh.. dari mana saja kamu?" pekik Ibu cemas. Ibu mengangkat Sofie ke pelukannya.
"Sofie, kamu mau beli apa, ibu belikan. Asal jangan pergi lagi! Tadi kan Ibu sudah nyuruh Sofie biar tetep di samping Ibu?" Ibu menjawil hidung mungil Sofie.
"Maaf, Ibu... Sofie cuma pingin beli ikan cupang sama ikan mas yang ada di sana..." Sofie menunjuk kios yang tadi ia datangi.
"Oh.. ikan cupang dan ikan mas? Ya udah, kita beli yuk!" Ibu menurunkan Sofie dari gendongannya, lalu menggandeng tangan Sofie erat-erat.
"Asyik! Ibu baik, deh.." puji Sofie tulus. Senyuman di wajahnya mulai terlihat.

Akhirnya, Sofie membeli kedua ikan yang ingin ia miliki. Ikan cupang, dan ikan mas koki.
"makasih, Abang! Dadah..." Sofie melambaikan tangan pada Abang penjaga kios.
"Dadah, juga.." Abang tadi membalas lambaian tangan Sofie. Kali ini, ia tulus.
Sofie pun merawat kedua ikannya dengan baik. Sofie juga teratur memberi makan ikannya.
"Aku sayang kamu, Cupi. Aku sayang kamu, Mimi!"

Senin, 09 Agustus 2010

Sang Pemburu Hantu (bagian empat)

"Aku tak sabar lagi! Aku semakin semangat! Bagaimana kalai kita langsung ke ruangan pembuatan keripik kentang?" ujarku sambil menggendong Corell.
"Ya, boleh saja. Hei, apakah kau punya balsem? Kurasa, lututku ini tinggal diberi balsem aja, langsung sembuh," Corel mengorek-ngorek tasku. "masa kau sama sekali tidak membawa kotak P3K?" keluhnya.
"Yang kuingat, kita tidak pernah mengalami keadaan seperti ini. Tahu? Massy! Dimana tempat ruangan pembuatan keripik kentang itu?" kerapatkan lagi ear speakerku.
"Hhhmm... letaknya di belakang balkon. Di tingkat empat. Hei! Kenapa kau terburu-buru?"
"Sepertinya, di situlah sarang Kepala Hantu (kayak kepala sekolah aja!), jadi, kalau Pimpinan mati, otomatis yang lainnya datang, dan langsung lawan aja. Nggak usah muter-muter!" jawabku.
"Terserah kamu aja deh! Kamu kan yang menggantikan Anna sebagai ketua pimpinan. Jadi aku nurut. Kau sudah sampai di balkon?"
"Hai! Sekarang hampir terbit fajar! Kita harus membunuh semua hantu di rumah ini! Sebelum ada korban lagi!" pekik Corell. Dia panik.
"Tenang saja. Kita sudah sampai. Mau menunggu di sini?" tanyaku. Kuletakkan Corell, dan dia duduk. Bersandar. Ia pun mengangguk lemah.
"Kurasa, hari ini hanya aku dan Massy pahlawannya. Walaupun kau juga sedikit membantu." godaku.
"Huh... awas saja besok-besok!" Corell menendang ujung kaki.
"Hei, kalian! Cepatlah! Ini bukan waktunya untuk main-main!" bentak Massy.
Akhirnya aku membuka pintu kayu yang besar itu.

"KKRRIITTT!!!!!!" suara pintu berderit. Kututup telinga kiriku. Yang tidak memakai ear speaker.
"Fyuh... tuhan, selamatkan aku." bisikku pelan. Langkah demi langkah, kusibak tirai yang kotor dan berdebu.Dan langsung terlihat....
Banyak mesin sederhana yang terbuat dari kayu. Juga kursi goyang, yang bergoyang kencang. Hampir jatuh. Tapi sepertinya, kursi itu dikendalikan.... oleh hantu!
"HEI KAU! Keluar dari persembunyian! Secepatnya! Aku tak takut padamu!" teriakku kencang.
"Oh ya?" seseorang membisikkan kata itu di dekat telingaku.
"Kamu jangan sembarangan, Ellie! Kamu langsung loncat aja, sih...." bisik Massy bergetar.
"Siapa itu?" hantu itu mengagetkan lagi.
"Ini teman kecilku! Dia ada di telingaku! Dia akan membantuku, melawanmu! Dan... euph! lewph....eeppphh!!!!" rasanya aku seperti disekap.
"Kalau begitu... dia tidak boleh membantumu. Kau harus sendirian melawanku." kata hantu itu. Ear speaker tiba-tiba jatuh. Pelan. Tapi, ear speaker itu remuk. Hancur lebur. kabelnya putus semua. aku tak percaya ini.
"Sekarang, ada yang membantumu?" kata hantu itu dengan sombong dan penuh kemenangan.
"Memang tidak! Tapi, aku pasti bisa melawanmu! Dan, wow! aku kagum padamu. Sepertinya, kau hebat sekali..." pujiku tak tulus.
"Iya...aku sangat kuat! Aku berhasil menakut-nakuti semua pegawai di pabrik kentang ini. Sedangkan kau... sama sekali tidak menakutkan di mataku..." hantu itu mendekatkan wajahnya ke wajahku. Hii... wajahnya menyeramkan!

Perlahan-lahan... tapi pasti! Kutarik pistol jaringku. Tapi aku tiba-tiba tertaik ke depan. Kurasa, hantu itu ingin menghancurkan pistolku ini. Otomatis, kupencet tombol 'tembak'. Hantu itu memang kena jaring, tapi dia menembus jaring itu???!!! Baru kali ini, ada yang bisa menembus jaring bayangan ini.
"Bagaimana? Aku hebat kan? Sekarang, kau akan kalah!Dan botol ini, kuhancurkan! Anak buahku! Ayo makan!!!!!" teriak hantu itu. Sepertinya memanggil teman-temannya. Hii... bagaimana ini??? Sepertinya aku akan dimakan seperti kakak Bu Looley.
Hantu-hantu itu, yang kira-kira jumlahnya ada sepuluh lebih. Langsung menerkamku. Kututup mataku. Mungkin ini adalah akhir riwayatku... pikirku. Tapi ini tidak mungkin! hati nuraniku mengelak. Aku jadi bingung. Akhirnya aku pasrah, dan kujatuhkan diriku. Aku akan....
"Hya! CIATT!!! Hwa! Hwa! Hwa!" kudengar teriakan yang kukenal. Corell! Dia membawa sesuatu di tangannya. Bentuknya balok, tipis, dan dia memencet tombol. Dan bersamaan dengan itu, langsung terdengar bunyi; "JEPRET!"

"Apa itu? Kakimu sudah nggak sakit, apa?" tanyaku bingung.
"Diam! sekarang bantu aku! Cepat ambil pistolmu, dan botol hantu!" perintah Corell tegas.
"Baik!" aku hanya menjawab singkat, dan kulakukan perintahnya.
Aku menembakkakn jaring-jaring. Hantu-hantu itu, satu persatu tertangkap. Hingga semua anak buah Kepala Hantu tertangkap semua. Jaringku masih banyak. Jadi aku terus-terusan menembakkan jaring ke Kepala Hantu.
"Corell! Ini tidak mempan! dan jaringku, tinggal satu!"
"Biar aku yang lakukan!" Corell yang tadi duduk kelelahan, akhirnya berdiri susah payah. Kutarik lengannya. Kurasa, kakinya terkilir parah. Dan memar.
"JEPRET!" terdengar suara itu. Dan... Kepala Hantu itu langsung menghilang seketika.
"Kalian hebat! Kalian hebat! Kalian hebat!" puji Massy keras. Lewat ear speaker Corell tentunya.
"Ya, tentu saja kami hebat!" kami membusungkan dada.
Dan tentunya, tersenyum lebar!

Minggu, 01 Agustus 2010

Sang pemburu hantu (bagian tiga)

"Ellie!!!!! Corell!!!!! JAWAB! JAWAB!" Massy terus memanggil. Suaranya melengking di telingaku.
Lima menit kemudian, barulah bayangan yang berkelebat itu pergi. Aku terjatuh. Lututku lemas sekali. Tanganku tegang. Dan aku baru sadar, kalau Corell masih pingsan.
"Ellie! Bagaimana? Apakah kau tadi melihat bayangan yang berkelebat? Sekarang, bagaimana keadaanmu? Apakah aku harus menyusul? Oh... belum pernah aku mengalami misi seberat ini! Baru awal saja, sudah jatuh...." Massy terus bertanya dengan cemas.
"Aku tak apa-apa. Tetapi Corell.... dia pingsan! Mungkin dia sudah lama tak melihat hantu. Makanya dia kaget." jelasku.
"Oh, kalau begitu.... pakaikan Bau Penyengat!" usul Massy. Aku pun membuka tasku. Kukeluarkan sebuah botol berisi cairan. Yang baunya tidak sedap! Tetapi melegakan hidung. Ini dibuat oleh Maddy.
Kubuka botolnya, lalu kudekatkan ke hidung Corell.
"UHUK! UHUK! UHUK!" Corell terbatuk. "Oh... aku pingsan ya? Habis aku kaget sih! Aduh, aduh...." Corell memegang keningnya.
"kita lanjut yuk! Ke loteng. Mungkin banyak informasi disana." ajakku. Kutarik tangan Corell.
Kami pun berjalan menuju loteng yang ada di tingkat tiga.

"KRIEKKK......" aku membuka pintu. Debu langsung bertebaran dimana-mana. Saat kusorotkan senter ke dalam, banyak barang-barang yang tak terpakai. Diselimuti kain putih yang banyak terdapat sarang laba-laba.
"Wow. Kurasa, loteng di penginapan tak sekotor ini." gumam Corell. Aku mengangguk.
"Kalian sudah sampai loteng? Kalau sudah, kalian cari sofa besar. Sofa itu tidak ditutupi kain. Warnanya merah. Nah, kamu lihat ke kolong sofa. itu. Menurut GM-3000, disitulah salah satu sarang hantu. Diperkirakan, hanya ada satu hantu di loteng. Tapi kau harus mengendap-endap. Oke?" pesan Massy lewat ear speaker.
"Oke." jawabku dan Corell berbarengan.

Dan aku pun melihat sebuah sofa besar warna merah. Kutarik tangan Corell. Dia merintih sedikit, tetapi kutempelkan jari telunjukku ke depan bibir. Akhirnya dia mengerti. Kami segera merayap ke kolong sofa. Lalu.....
"HANTU ITU! HANTU ITU! Dia lari ke sana!" pekik Corell. Kami berlari ke arah yang ditunjuk Corell.
"TEMBAK! Tembak, Ellie! TEMBAK!!!" suruh Corell. Karena aku tegang, akhirnya Corell yang menembak. Bukan aku.
Corell segera menembak dengan tembakan hantu. Sayangnya, hantu itu gesit sekali! Kami jadi lari-larian kesana kemari. Aku sudah lupa pengalaman berburu hantu ini. Massy berteriak di ear speaker. Tapi kami tak mendengarkan. Kami sibuk mengejar hantu.
BRUK!!! "Ouch... sakit!" Corell terjatuh. dia sepertinya tersandung kabel yang diseret hantu itu.
"Dasar hantu JAHIL!" ejekku. Aku segera mengobati luka Corell. Saat aku ingin memasukkan obat luka ke dalam tas... tasku tak ada!
"Bagaimana ini... pistolku ada di dalam, begitu juga botolnya." kataku sedih.
"Pakailah punyaku dulu. Kau kejar hantu itu."
"Kamunya?"
"Aku tetap disini. Aku belum bisa lari, nih. Tapi kalau kamu mau keluar loteng, gendong aku ya?"
"Tapi.... ya udah, ah!" aku memakai tas milik Corell. Corell kududukkan di sofa merah itu.
Tapi saat Corell duduk, malah ada satu hantu lagi yang berkeliaran. Seperti kaget. Aku melongo. Aku segera mengejar hantu itu.
"Rasakan ini! HIAA!!! HIAA!!! HIAA!!!" kutembak hantu itu dengan peluru jaring. Tetapi hantu itu cepat. Cepat sekali! Secepat kilat!

"Kalau mau menangkapku, coba lebih keras lagi. Atau temanmu akan kumakan...." tiba-tiba hantu itu ada di depanku. Hii.... seram! Apalagi rajanya! Brr... bergetar tubuhku!
"Hei! apa yang kau lakukan? Cepat tembak hantu itu! Dia tidak bisa lihat ke bawah, pelan-pelanlah... TEMBAK DIA!" bisik Massy. Akhirnya, kutembak hantu yang masih ada di depanku itu dengan gesit. Walau masih ragu dan ketakutan.
"Ellie! Kau berhasil menangkapnya!" pekik Corell gembira.
Kubuka mataku. Soalnya, saat aku menembak, aku menutup mataku. Sudah lama banget sih, nggak nangkep hantu. Pokoknya, aku dah lupa rasanya memburu hantu. Sudah beberapa tahun yang lalu lamanya tak menangkap hantu.
Kuangkat jaring yang berisi hantu itu. Hantu itu memberontak, menggigit-gigit tali jaring. Tetapi tali jaring itu tak akan putus. Kecuali manusia yang membukanya. Kumasukkan ke dalam botol hantu. Jaring pun langsung tersedot.
"GREAT! Good job, Ellie! Okay, next. Second ghost. Come on,"

Sabtu, 31 Juli 2010

Sang Pemburu Hantu (bagian dua)

Massy yang duduk di kursi belakang, memencet tombol merah di dekat sabuk pengaman. Keluarlah televisi, remote, DVD, laptop, dan empat buah ear speaker. Massy menyalakan televisinya. Ia bersihkan semua debunya dengan sulak.
Setelah bersih, ia nyalakan laptopnya. "Dimana letak perburuan hantu kita?" tanya Massy.
"Rumah Bu Looley, Melly-mow," jawabku sambil menyetir. Aku memutar tombol lampu ke kanan. Agar lebih besar cahayanya. Memang, malam ini gelap sekali. Bulan tak muncul di langit. Kurasa, sekarang sedang mendung.
"Sekarang pukul berapa?" tanya Massy lagi.
"Corell, bagianmu. Aku sedang serius menyetir. Aku tak bisa melihat arlojiku," bisikku pada Corell. Tatapan mataku tetap ke arah depan.
"Sekarang pukul setengah dua belas malam, Massy," jawabnya.
"Okey. -Miss Looley home...........Melly-mow- Enter," gumam Massy sambil mengetik di laptop. "Menurut informasi laptop GM-3000 milikku, rumah Bo Looley ada lima macam hantu disana. Tak ada yang tahu nama hantunya. Karena Ghost Monitorku saja tidak bisa melacaknya. Dan informasinya, hantu di rumah Bo Looley sangat kuat. Jahil, dan pengganggu. Jam kelemahan mereka, di pagi hari. tetapi mereka tidak suka menampakkan diri. Tetapi, mereka akan lemah pada malam tanggal lima. Sedangkan sekarang tanggal 28," jelas Massy.
"Sekarang jauh dari tanggal lima. Dan setengah jam lagi akan tanggal 29!" tambahku.
"Kenapa kita tidak menunggu bulan depan saja? Tanggal lima!" usul Corell.
"Tak bisa, Corell. Bu Looley bilang, karena lima hantu itu, kakaknya meninggal. Karena dijahili salah satu hantu. Kalau menunggu bulan depan, bisa saja sudah ada korban baru. Apakah kita haru membiarkan satu korban tewas dijahili hantu, he?" aku menolak. "Nah, rumah Bu Looley tak jauh dari sini. Kita sudah mulai memasuki wilayah Melly-mow. Massy, aktifkan ear speaker. Masukkan flashdisk nomor 38 ini ke laptop, sambungkan kabel laptop ke teve. Dan.... kita sampai," aku memarkir mobil hantu di depan rumah Bu Looley.

Bu Looley dan keluarganya sudah duduk di taman depan mereka. Seorang gadis yang berumur sepuluh tahun, langsung memeluk Corell.
"Tolong kami.... tolong kami.... tolong kami.... huhuhu.... hantu-hantu itu, menguasai rumah kami..... jimat yang kami beli tidak berfungsi lagi..... tolong..... kami tak ingin ada korban yang tewas lagi..... tolong......" gadis itu merengek sambil memeluk kaki Corell.
"Baiklah. Bu Looley! Boleh saya wawancara anda sebentar?" tanya Massy.
"Ya... tentu saja," jawab Bu Looley lemah.
"Kalian hibur mereka dulu. Aku akan kembali," bisik Massy. "Sebaiknya kita di dalam mobil saja, Bu Looley," Massy membuka pintu mobil hantu. Bu Looley dan Massy masuk ke dalam. Dan pintu pun dikunci.
"Kenapa aku tak boleh ikut dengan Mama?" tanya seorang balita. Mungkin akan Bu Looley, batinku.
"Ini rahasia. Nah, sambil menunggu, bagaimana kita bermain sebentar?" ajak Corell ramah. Dia memang suka anak-anak.

Setelah wawancara, Bu Looley mengajak keempat anaknya dan suaminya untuk duduk dahulu. Aku, Massy, dan Corell berdiskusi.
"Bagaimana?" tanya Corell tak sabar.
"Bu Looley menjelaskan panjang lebar. Dan penjelasannya persis seperti di GM-3000 punyaku ini," Massy mengetik di laptopnya. "tapi, Bu Looley sekilas pernah melihat sosok hantu itu. Katanya, hantu itu berwarna hitam. Seperti bayangan. Berkelebat cepat sekali di atap. Dan saat itu, Bu Looley diam seperti patung. Bicara saja, katanya susah. Padahal dia membawa jimat di kantung bajunya. Saat itu dia ada di dapur. Sedang membuat kopi untuk suaminya," jelas Massy sambil terus mengetik.
"Apa di rumah Bu Looley ada ruangan kosong?"
"Ada, Ellie! Katanya ruangan itiu bekas pembuatan keripik kentang. Lima tahun yang lalu, Bu Looley dan suaminya membuka pabrik keripik kentang. Ruangan itu sangat luas. Bu Looley lupas berapa luasnya. Karena tidak berani masuk ke situ. Katanya, kakaknya ditemukan tewas disitu. Sedang duduk di kursi goyang milik kakek buyut Bu Looley,"
"Kurasa, kita harus menyelidiki di dapur, loteng, atap, serambi atas, dan ruang pembuatan keripik kentang itu," tulis Corell.
"Ya, sekarang, ayo kita siap-siap," ajakku semangat. Aku segera menenteng tas peralatan. Senter, dan botol hantu kugantung di tas.
"Nah, ini ear speaker. Pakailah, aku menunggu disini. Keluarga Bu Looley akan kuajak. Kalian akan kuawasi. Flashdiskmu sudah kuisi lewat GM-3000. Siap?" Massy menyerahkan dua ear speaker. Dia sudah memakai ear speaker.
Kupakai ear speaker, dan aku keluar bersama Corell. "Good luck, Girls!" ucap Massy.

Aku meminta kunci rumah Bu Looley. Dan Bu Looley menyerahkannya. "Anda dan keluarga ditunggu di mobil. Kami berjanji, hantu-hantu itu tidak akan berani kembali kesini," janji Corell sambil mengantungi kunci.
"Terima kasih. Ayo anak-anak! JOHN! Kita harus masuk ke mobil!" Bu Looley memanggil suaminya.
Aku dan Corell menarik nafas panjang. Corell memasukkan kunci ke lubang kunci. Ia memutarnya. Dan kudorong pintunya. KRRIIEK..... suara pintu berderit. Aku masuk. Begitu juga Corell. Pintu ditutup, dan dikunci lagi. Kunci langsung disimpan didalam tas.
"Hei! Apakah kalian sudah masuk ke dalam rumah?" Massy berkata melalui Ear Speaker. Suaranya masuk ke Ear Speaker-ku dan Corell.
"Ya, kami sudah ada di dalam rumah ini. Biasa saja. Kami sedang mencari tombol lampu. Kami akan mematikan lampu dan menyalakan senter," jawabku lirih.
"Bagus! Karrena menurut GM-3000, kelima hantu itu markasnya ada di tempat-tempat yang kau sebutkan tadi. Mereka senang berkeliaran di ruang pembuatan keripik kentang. Tombol lampu ada di samping kiri pintu. 30 langkah,"
"Oke, sudah kutemukan. Nah, dimana letak dapurnya?" tanya Corell. Kunyalakan senterku.
"Di tingkat atas. Kau lihat ada tiga pintu? Itu kamar anak-anak Bu Looley. Ada dapur setelah pintu ketiga dari kiri," Jelas Massy.
"Oke, kami ke atas. Kami sudah melihat ketiga pintu kamar yang kau bilang tadi, Massy," kata Corell.
Aku dan Corell segera naik ke tingkat dua. Kami berjalan di tangga yang berputar. Dan akhirnya, sampai di tingkat dua. Kami segera berjalan ke dapur. Melewati ketiga kamar anak-anak Bu Looley. Sampai di depan pintu dapur, kami menyibak tirai yang mungkin itulah pintu dapur.
Dan kami masuk. Kami segera menyelidiki semua sisi dapur. Dan aku tak sengaja melihat ke atap. Ada bayangan yang berkelebat di atap. Kusenggol Corell yang masih asyik menyelidik. Saat Corell melihat ke atap, tubuhnya langsung jatuh. Dia pingsan. Sedangkan aku berdiri seperti patung. Aku tak bisa bicara pada Massy. Padahal Massy terus memanggilku dan Corell. Aku tak bisa menolong Corell. Aku hanya bisa diam menatap bayangan itu.
"Ellie!!!!!! Corell!!!!! JAWAB! JAWAB!"

Senin, 26 Juli 2010

Sang Pemburu Hantu (bagian satu)

Maddy menyiapkan alat berburu hantuku. Sekarang ia ada di loteng. Memakai masker, dan mencari peralatan itu. Sudah lama aku tak berburu hantu. Sekarang, banyak orang tak takut pada hantu. Sejak seseorang yang misterius datang untuk berdagang. Ia menjual jimat. Jimat anti hantu. Orang yang iseng membelinya, dan jimat itu benar-benar bekerja.
Dan sejak itu, aku tak memiliki pekerjaan lagi. Begitu juga ketiga temanku. Kami berempat, tinggal di penginapan. Gratis. Milik Maddy. Dia adalah teman kecilku. Sekarang, dia menjadi orang yang sukses. Kami berdua dulu sangat menyukai hantu. Tetapi sekarang, dia mengalihkan perhatiaanya pada penginapan. Semacam wallpaper, dekorasi, kursi, meja, makanan.... Bagiku, itu membosankan.

"Massy! Anna! Corell! Ada telepon. Oh... aku tak percaya! Kita akan berburu hantu lagi!" panggilku. Massy, Anna, dan Corell. Turun melewati tangga dengan terburu-buru.
"Wow! Sukar untuk dipercaya! Kita dapat panggilan!" sorak Corell.
"Aku kira, kita tidak akan dapat panggilan sejak orang itu menjual jimat anti h-a-n-t-u." eja Massy.
"Oh... senang sekali rasanya bisa memakai kostum pemburu hantu lagi." Anna berlari menuju lemari di gudang. Dan seketika, debu-debu yang ada di pintu gudang bertebaran dimana-mana.
"HHAATTTSSYYYIII....!!!!!!!!!!!!!!!!" Anna bersin. Keras sekali. Eh, tidak. Bukan sekali. Keras lima kali.

"Hatsyyiii!!!!! Hatsyyiii!!!!!" Anna bersin terus-menerus. Tanpa berhenti. Ingusnya meluncur dari hidung. Corell sudah mengambilkan satu kotak tissue. Yang berisi 150 lembar tissue. Dan aku tak percaya, Anna sudah hampir memakai setengahnya. Tissuenya ada dimana-mana. Bertebaran di lantai.
"Aku menyarankan, kau tak usah ikut dulu, Anna. Dan kebetulan, alat pemburu hantu milikmu rusak total. Penuh dengan debu, dan jaring laba-laba. Merasuk ke mesinnya. Dan botol hantumu... sekarang bisa jadi botol minuman. Ayolah, Anna, istirahatlah. Kau terlalu semangat hingga sekarang kau kena batunya. Padahal semangatmu itu harus kau simpan di petualangan nanti." kata Maddy menasehati.
"Mungkin kau benar. Kapan-kapan, aku akan lebih hati-hati lagi. Habis, kita sudah lama tak berburu hantu." Anna pun dituntun Maddy menuju ruang pengobatan miliknya.

"Nah, tunggu apa lagi? Ayo kita berangkat!" ajak Corell. Aku dan Massy mengangguk semangat. Kami mengambil peralatan yang tadi diambil Maddy.
Selesai memakai peralatan, kau menggantung botol hantu di gantungan yang ada di tas pemburu hantu. Tiba-tiba, Maddy keluar daru ruang pengobatan. Ia mengangkat jempol kanannya, dan berkata; "Good luck!"
"Oke!" jawabku, Corell, dan Massy. Kami segera menyalakan mobil hantu. Aku masih sering memakainya untuk jalan-jalan. Jadi, mobil ini belum rusak sama sekali. Aku sudah menyalakan mesin mobil. Tetapi Massy belum masuk mobil.
"Dimana, Si Badung itu? Apa dia sedang membuat bekal lagi? Aduh! Jangan seperti tahun lalu lagi!" keluh Corell.
"Tenang saja, kurasa tidak." ucapku. Aku mengucapkan kata itu karena Massy menunjukkan spanduk yang ia buat sendiri, kalau tak salah. Tulisannya: "KAMI BEKERJA LAGI!" Massy menempelkannya di bagian samping mobil hantu. Corell langsung mendukung. Ia membantu menalikan tali spanduknya ke antena radio.
"Oke! Spanduk siap, kita semua..... SIAP! Come on!" Massy masuk dan menutup pintu. Kami pun berangkat.

Jumat, 16 Juli 2010

Roti bakar buatan Fira

"Fir, kamu punya cemilan nggak? Aku laper nih! Habis lari-lari di taman." tanya Mako. Fira, Lolli, dan ketujuh teman barunya sedang ada di kamar Lolli.
"Oke, teman-teman. Aku akan minta Mamaku mengambilkan cemilan dan minuman." jawab Fira. Ia berdiri dan meletakkan majalah yang baru saja ia baca.
"HORE!!!" teriak Mako senang.
Fira akhirnya menghampiri Mama yang sedang menonton televisi di ruang tengah. Mama tidak memperhatikan kedatangan Fira. Karena kedua mata Mama tertuju pada televisi. Yang ditonton Mama adalah serial kesukaan Mama. Yaitu music in my life.
"Ma..." panggil Fira pelan. Mata Mama tetap tak bergeming. "Mama." Fira memanggil agak keras. "Mama!" Kali ini Fira memanggil Mama dengan keras. Tetapi Mama tetap tidak menengok pada Fira. "MAMA!!!!!" teriak Fira keras. Mama mengedip-ngedipkan matanya. Yang artinya Mama sangat kaget. Remot yang dipegang terjatuh ke lantai.
"Hm? Ada apa, Fira? Kau kan tahu, Mama lagi nonton music in my life. Bagus banget lho! Ini serial kesukaan Mama. Sekarang ceritanya tentang...." Mama mulai menyerocos ria.
"Aduh... Mama kebiasaan deh! Kalau udah ngomong sedikit, jadi banyak deh! Ini, teman-teman Fira minta cemilan." Fira mengutarakan kedatangannya.
"Nggak ada. Buat aja sirup sama roti bakar." Mama menjawab dengan angkuh.
"Bukannya mesin pembuat roti bakarnya rusak?" Fira mengingatkan.
"Kan bisa dipanggang pakai wajan?"
"Fira takut dan nggak bisa. Buatin dong, Ma!"
"Nggak. Hari ini, music in my life khusus nggak ada iklan dan tayang dua jam. Mama nggak mau ninggalin televisi. Lagipula, kamu sudah besar. Kalau nggak bisa pakai wajan, harusnya kamu punya alternatif lain dong."
"Seperti?"
"Pikir saja sendiri, Fira! Kamu punya otak yang cerdas. Masa nggak bisa?" Mama bicara sambil tetap menatap televisi. Fira pun berjalan menuju dapur.

"Apa ada alternatif lain selain memanggang di atas wajan. Aku berani aja sih. Tapi aku nggak tahu kapan matangnya. Nanti, malah gosong deh. Hmm... apa ya? Berpikirlah Fira!" batin Fira sambil membuat sirup. "Kalau pakai mesin kan, otomatis."
"FIRA! Kamu lama banget sih?" panggil Lolli. Fira yang kaget, hampir saja memecahkan gelas kesayangan Mama.
"Untunglah...." ucap Fira lega. Lalu, Lolli menepuk pundak Fira. Fira kaget lagi, dan otomatis. Tangannya yang memegang gelas berisi sirup kental (belum dicampur air) langsung ke mulut Fira. Fira meminumnya dengan otomatis.
"HEI! Fira! Kamu kok minum sirup tanpa air?" tanya Lolli.
"Ini semua gara-gara kamu tau! Kamu mengagetkanku dua kali hingga gelas kesayangan Mama hampir pecah dan aku meminum sirup kental tanpa air setetes pun!" Fira mendorong Lolli pelan.
"Oke, oke. Aku minta maaf. Tapi... mana cemilannya? Teman-teman di kamarmu udah lembek banget tuh! Pada tiduran di ranjangmu semua. Aku juga termasuk. Tapi aku disuruh mendatangimu. Ada apa, kok lama banget? Apa ada yang bisa kubantu?" tanya Lolli sambil menuangkan air dingin ke gelas berisi sirup kental.
"Gini lho..." Fira pun mengutarakan masalahnya dengan panjang lebar.
"It's easy!" teriak Lolli senang. Lolli pun membisikkan rencananya pada Fira. Fira tersenyum lebar. Ia segera mengambil setrika di kamar Mama. Sedangkan Lolli mengambil selai cokelat, roti tawar, dan kantung makan tipis.
Setelah mengambil setrika, Fira membawanya ke dapur. Lolli sudah mengoleskan selai cokelat ke roti tawar. Dan roti itu dimasukkan ke kantung makan. Lolli mencolokkan stop kontak, lalu mulai menyetrika kantung makan yang berisi roti. Setengah jam mereka lakukan itu, akhirnya selesai juga. Sembilan roti bakar, dan sembilan sirup dingin, sudah siap! Fira membawa cemilan itu dengan nampan ke kamar.
"Hei! Mereka tertidur lelap di kasurmu.... Kasurmu empuk ya?" bisik Lolli. "Aku ingin punya kasur yang empuk dan bisa membuat orang tertidur.... iri deh!" tambah Lolli. Fira tersenyum.

"GUYS!! Cemilannya dah siap!!!" Fira berteriak. Sedangkan Lolli meletakkan nampannya di atas karpet.
Lina, Vera, Karin, Lola, Katherine, Mako, dan Lita serempak bangun. Dan berlari, lalu duduk di atas karpet dengan sigap. Lola yang melihat roti bakarnya duluan. "Hhhmmm... roti bakar setengah matang!" gumamnya. Air liurnya menetes saat melihat roti bakar setengah matang yang dibuat Lolli dan Karin.
"Hiii.... Lola NGGILANI (menjijikan).....!!!!!!!" teriak teman-teman yang lainnya dengan serempak.
"Nih, tissue. Sekarang, kita makan yuk!!! Kalau enak, kita kritik nggak enak. Kalau nggak enak, kita kritik enak biar terhibur!!!!" Mako mengambil satu gelas dan satu rotio bakar.
"KEJAM!!!" Lolli dan Fira menggelitik ketiak Mako.
"Jangan dong ah!" Mako terjatuh.
"Ayo kita tinggal mereka bertiga makan. Nyam....nyam...nyam.... enak!" Lita mengangkat jempolnya.

Jumat, 18 Juni 2010

Teman baru, di Apartemen



"Selamat tidur, Honey..." Mama menyelimuti Fira dengan lembut. "Mimpi indah." Mama mematikan lampu, lalu menutup pintu dengan perlahan-lahan.
Fira pura-pura tidur. Sebenarnya, ia berniat untuk menata barang-barangnya malam ini. Yang sebelumnya dilarang oleh orang tuanya. Tetapi, Fira nekat untuk menata barang-barang itu malam ini. Lagi pula, besok kan libur. Tak apa kalau aku tidur larut malam. Batin Fira.
Fira membuka kotak kardusnya.Ia megambil koleksi bukunya, Lalu menatanya di rak yang sudah disediakan. Ia menata lagi yang lainnya. Seperti; baju-baju, boneka, stiker, mainan, tissue, dan lain-lain.
Hingga pukul setengah sebelas malam, pekerjaan Fira baru selesai. Fira belum mengantuk. Ia sangat gembira atas kejutan kedua orang tuanya.

Aku harus tidur! kata Fira dalam hati. Akhirnya, Fira tidur. Fira tidur dengan lelap. Ia bermimpi, sedang bertemu Alice di Wonder Land.
**************
"Fira, yuk bangun! Udah pagi nih!" Mama mengguncangkan tubuh mengil Fira.
"Iya, Ma. Fira bangun." Fira melipat selimutnya. Lalu berlari ke kamar mandi untuk mandi tentunya.
Setelah mandi, Fira mencari baju yang pas untuk hari ini. Ia pun lari ke ruang makan. Untuk sarapan.

Mama telah menyiapkan roti bakar dengan mentega, telur mata sapi, daging goreng, dan susu sapi segar.
"Fira nanti mau berenang? Sekalian, cari teman baru." usul Papa tiba-tiba yang sedang mengunyah daging gorengnya.
"Mau, Papa! Fira mau! Nanti habis sarapan ya? Terus. Ini, Fira lagi perlu pulpen baru. Tiga buah. Untuk sekolah besok. Tinta pulpen Fira habis, Pa." Fira menambah telur mata sapi lagi.
"Oke, nanti setelah ke kolam renang, kita beli makanan dan kebutuhan kita di toko dekat apartemen ya?"
"ASYIK!" Fira pun menghabiskan sarapannya.

Lalu, Fira mengemas barang-barang yang diperlukan untuk berenang nanti. Ia memasukkannya ke ransel yang akan ia tenteng. Fira mengambil kaca matanya, lalu memakainya. Fira ingin mengucir rambutnya menjadi buntut kuda dengan karet rambut polkadot.


Fira membuntuti Papanya yang berjalan ke kolam renang. Mama juga ikut, tentunya. Sampai di kolam renang, Fira langsung mengganti bajunya, sedikit lari dan pemanasan, lalu langsung....
BYUR!!!! Fira segera berenang bolak-balik seperti ikan di akuarium. Fira memang pintar di bidang olahraga renang dan senam laintai.
Setelah agak capek, Fira duduk di tepi kolam. Ada seorang gadis sebaya Fira, mendekati Fira.
"Wow! Kau pintar renang ya? Itu hobimu?" tanya gadis itu.
"Iya. Aku sudah belajar renang sejak TK." jawab Fira. "Ngomong-ngomong, namamu siapa?"
"Eh iya, namaku Lolli. Namamu?" Lolli balas bertanya.
"Fira. Kamu di ruang nomor berapa. Kalau aku, di 302."
"Hah? Kau baru ya? Pantas aku tak pernah melihatmu. Aku di 305. Aku baru tiga bulan tinggal disini. Aku berenang sendiri. Maukah kau nanti kuajak ke rumahku?"
"Maksudmu, ruang apartemen nomor 305 milikmu?" Lolli mengangguk. Fira pun mengajak Lolli untuk berlomba berenang.
Ternyata, Lolli juga pintar berenang. Fira nyaris kalah, lho!

"Fyuhh.... Lolli! Aku capek, nih! Aku mau bilas, ganti baju, habis itu makan." Fira melepas kacamata renangnya.
"Aku ikut, ya? Yuk!" Lolli juga melepas kaca matanya.
Akhirnya, kedua teman baru itu berjalan ke ruang bilas.
**************
"Ma, Pa. Ini teman baru Fira. Namanya Lolli Asa Fendiana. Dipanggil Lolli." Fira memperkenalkan Lolli kepada orang tuanya di kafe.
"Oh, salam kenal Lolli! Kami orang tua Fira. Orang tua kamu mana?" tanya Papa Fira.
"Saya sendiri. orang tua saya ada acara pernikahan. Saya jaga rumah."
"Wah, kamu mandiri, ya! Tuh, Fira... Tirulah Lolli!" Mama menunjuk Lolli. Pipi Lolli bersemu merah karena malu.
"Papa! Mama! Nanti aku mau ke rumah Lolli. Boleh nggak?"
"Kamu nggak jadi beli alat tulis di toko?" Papa balas bertanya.
"Fira udah buatin daftar. Cuma sedikit, kok! Slurrppp.... ah... segar! Boleh ya, Pa? Kasihan Lolli. Sendirian..."

"Nggak usah lebay deh, Fir!" Lolli berbisik sambil menginjak kaki Fira. Fira meringis kesakitan.
"Boleh. Sana gih! Mama sama Papa harus cepat-cepat beli kebutuhan di toko."
"Oke, Ma! Yuk, Lolli!"

Lolli dan Fira masih di dalam lift. Tiba-tiba, muka Lolli pucat saat lift mulai naik ke lantai dua.
"Kamu kenapa?" tanya Fira cemas.
"Cuma... Heebbhhh... akhu chuma... khalau naikh lhift.... sukha khayak ghini... thenangg ajha..."
Sampai di lantai tiga, hanya beberapa menit saja, muka Lolli mulai segar. Fira lega melihatnya.
"Yuk masuk. Ini rumahku. itu kamarku." Lolli membuka pintu.
Beberapa detik saja, mulut Fira terbuka lebar. Sampai air liurnya menetes di karpet kamar Lolli.
"KAMU JOROK, FIR!" teriak Lolli kesal sambil mengelap karpetnya.
"Huupp!!! Sori, ya. Cuma.... kamarmu penuh dengan BONEKA! Itu mainan yang paling kusukai."
"Sebenarnya aku tak suka boneka. Ini kado, hadiah, bingkisan... sebenarnya aku suka permainan anak umum. Seperti ular tangga, monopoli, catur, basket, menggambar, komputer, browsing... semacam ITU!"
"Aku tak menyangka... tapi aku suka sekali dengan permainan MONOPOLI! yuk kita main. Aku ingin membeli Korea Utara, Amerika, Afrika, Jepang...."
*************
"Tunggu sebentar, Fir. Kamu lanjutkan saja bagianmu. Tapi jangan curang." Lolli berjalan menuju ruang tengah.
"Oke. Aku nggak bakal curang, kok." Fira mengocok dadunya.

Lolli di ruang tengah menelepon beberapa anak apartemen yang sudah kenal dekat dengan dirinya. Satu jam kemudian, anak-anak yang ditelepon Lolli datang.
"Hai, Lolli. Apa yang akan kamu tunjukkan pada kami?" tanya seorang anak.
"Tunggu sajalah. Masuk yuk!" Lolli mengajak tujuh anak perempuan sekaligus masuk ke kamarnya.
"FIRA! Mau nambah teman nggak?" Lolli mengagetkan Fira yang sedang duduk membaca komik.
"Hei, aku Lina."
"Vera."
"Karin, aku bisa meramal lho!!!"
"Lola."
"Katherine, dari Inggris."
"Mako, dari Jepang. Konichiwa! Kamu suka nyanyi, nggak?"
"Lita. Hai, apa kabar?"

"Aku Fira, teman-teman baruku. Aku baru dua hari di apartemen ini. terima kasih mau jadi temanku."
"Berterima kasihlah pada Lolli. Kalian main apa? Monopoli? Nggak seru! Gimana kalo kita main petak umpet di halaman?" usul Vera.
"YA!!!" ucap seluruh anak dari kamar Lolli. Mereka semua keluar dari kamar Lolli. Lalu turun ke halaman.

"Lolli, mau jadi sahabatku nggak?" Fira menggandeng tangan Lolli saat berlari bersama. Mencari tempat persembunyian.
"Tentu saja," Lolli tersenyum manis. Semanis permen LOLIPOP yang disukai Fira.


Alhamdulillah....

Pagi Jum'at yang dingin.... Brrr.... aku membungkus badanku dengan selimut tebal di kamar. Untung tadi malam aku tidak menyalakan kipas angin. Walaupun saat itu panas sekali. Karena, aku punya firasat. Di pagi hari akan dingin sekali. Ternyata firasatku benar.
Aku menyalakan musik lewat handphone, sambil membaca buku. Aku baru ingat. Hari ini adalah hari pengambilan raport di sekolahku. Aduh.... aku dapet rangking nggak ya? Takut nih..... Tapi kalau diinget-inget nih.... Nilai ulanganku bagus kok! (gak semua sih...)

Pukul setengah enam, aku keluar dari kamar. Hih... di luar kamar lebih dingin. Aku masuk kamar lagi dan menutup pintu dengan pelan. Kupakai jaket tebal kesayanganku. Aku mengganti celana pendekku dengan yang panjang. Setelah itu, aku keluar kamar. Aku ke kamar kecil, minum air, lalu menonton teve.
Tak lamu kemudian, Ar dan Ir datang. Lalu tiduran di sampingku duduk. Mereka, tidur lagi.

Langsung aja deh...
Nggak usah pake basa-basi yang nggak perlu!

Bapak siap-siap berangkat mengambil rapot. Itu pukul setengah delapan kurang. Aku ingin ikut ke sekolah. Tapi dilarang. Akhirnya, aku menunggu di rumah. Sambil menyalakan teve (lagi), aku sarapan telur dadar dan nasi yang masih hangat. Sedap deh!
Tiba-tiba.... ibuku memanggil dari kamar. "Ada SMS! Dari Bapak!" Aku turun ke kamarku. Tapi ibu bilang, ada di hapenya ibu. Lalu aku membaca. Isinya: Rangking 10
"Ini aku, atau Ar-Ir bu?" tanyaku kaget.
"Gak kok. Ini kamu." air mataku menetes. Beneran. Piring sarapanku yang belum habis, kubawa ke kamar. IBu masih berteriak dan menghiburku. Tapi....

Aku nggak mungkin dapet rangking 10! Nggak mungkin! Ini pasti mimpi! Aku nggak percaya! Nilai-nilaiku nggak sejelek untuk rangking 10!!!!!! NGGAKKK!!!! Di dalam hati, aku terus memikirkan hal itu. Sarapan tak kusentuh lagi. Aku menangis keras, histeris, dan berteriak sepuas-puasnya.

Tapi, setelah agak lega, aku jadi lapar. Akhirnya, aku memakan sarapanku itu. Tak sampai lima menit, aku langsung keluar kamar. Setelah mencuci piring, ibu memanggilku lagi. Katanya, ada telepon dari Bapak. Huh.... tentang rangking itu lagi??? Padahal, aku sudah berusaha untuk melupakannya. HUH!

Bapak: Kenapa Mbak Ibit nangis?
Aku: Lha, aku dapet rangking sepuluh....
Bapak: Siapa yang bilang rangking sepuluh?
Aku: Bapak. Bapak tadi SMS dan bilang aku rangking sepuluh.
Bapak: Nggak.
Aku: terus?
Bapak: Mbak Ibit itu, dapat rangking SATU!
Aku: ....
Aku: Ya Allah! Alhamdulillah.... Aku rangking SATU! Aku rangking SATU!!!!
Bapak: Iya, iya.... Selamat ya... Maaf, tadi mau mencet "titik", malah "0"
Aku: Iya...
Bapak: Ya udah, bapak ambil rapot Ar-Ir dulu ya?
Aku: Iya, Asslamualaikum...
Bapak: Wa'alaikum sallam....

Dan begitulah, aku mencurahkan isi hatiku pada memoku saat sedih mendapat rangking sepuluh, dan gembira saat mendapat rangking SATU....!!!!!!!!!!!!

Rabu, 16 Juni 2010

Tinggal di RUMAH SUSUN???!!!! (boongan)

"Fira, sayang! Ayo, kita mau berangkat. Sudah kamu bawa kopermu?" Mama memanggil Fira yang masih ngambek di kamarnya.
"Kenapa kita malah jadi tinggal di RUMAH SUSUN, Ma? Disana bau, sempit, kotor.... kenapa kita nggak ngontrak rumah yang lebih baik aja? Kenapa nggak Papa aja yang kesana, terus kalau malam minggu Papa kesini? Fira nggak mau tinggal di RUMAH SUSUN!!!!" teriak Fira kencang.
"Aduh-aduh Fira... nanti kalau rumah ini laku, kita cari rumah ya? Kalau nggak ada, kita terpaksa di rumah susun. Ini untuk sementara kok. Papa kan pindah kerja kesana. Kita harus ikut dong... Kalau rumah ini dibeli, baru deh kita cari...."
"Rumah yang lebih baik, bagus, bersih, luas... dari pada di RUMAH SUSUN!!!!!" potong Fira. Fira menyambar koper merah jambunya dan meletakkannya ke bagasi mobil dengan keras. Ia masuk ke tempat duduk di depan.

"Mau minum, Sayang? Nih, Mama beli Royal Tea kesukaanmu. Sama biskuit gandum." sambil menyetir, Mama mengambil sebuah botol dan plastik kecil beriwsi biskuit.
"Trims, Ma." dengan wajah dongkol, Fira meminum royal tea, dan memakan biskuit gandumnya. Selama beberapa menit, hati Fira jadi agak dingin.
"Maap ya, Ma. Fira kaget aja kita harus tinggal di rumah susun. itu aja." ujar Fira.
"Nggak papa. Lagian, lamu pasti bakal kaget kalo melihat rumah susun itu." Mama menyengir dan menyalakan radio. Fira jadi heran.

Mama membelokkan mobil ke kiri. Fira jadi bingung. Perasaan, rumah susun yang di sini itu.... kalo nggak salah di kanan, dekat pasar. Kok malah kesini ya Aku belum pernah lewat sini. Apa rumah susunnya bagus, bersih, luas? Penasaraaannn!!!!! Batin Fira sambil memukul-mukul pahanya.
"Kenapa, honey?? Minum royal tea-nya dong. Biar kamu adem ayem, dan nggak pusing tujuh keliling." usul Mama. Fira meminum royal tea-nya lagi. Beberapa menit.... pikirannya dingin juga....
"Tidur dulu sayang. Tempatnya masih jauh." Mama menutup mata Fira dengan tangan.
"Ya udah.... aku tidur ya, Ma?" Mama mengangguk.

Dua jam telah berlalu.....
"Honey, yuk turun! Kita udah sampe nih... sebelumnya, kamu pake penutup mata ini dulu ya?" Mama memasangkan penutup mata di mata Fira.
"Uh... Mama! Penasaran nich!" Mama hanya tersenyum. Tapi tak dilihat oleh Fira.
"Kopernya, biar Mama yang bawa." Mama membuka bagasi. Terdengar suaranya.
"Lho? Tapi kan... Mama bawa... Terus itu... Anu.... lho kok??" Fira tambah bingung. Dia jadi linglung memikirkan semuanya.
"Oke! Kamu pegang tangan Mama yang ini ya? Kamu jalan ikutin Mama aja. Dan... ssssttt!!!! Jangan bicara sepatah kata pun. Oke?" Fira mengangguk.

Mama sebenarnya tidak membawa koper. Tapi Papa. Tapi itu kejutan untuk Fira. Nanti....

"Ok, Fira! Kamu boleh buka penutup matanya!!!!"
Fira membuka penutup mata.... dan ia melihat sebuah ruangan luas... mewah... bagus.... bersih.....
"Mama... ini RUMAH SUSUN-nya???!!!!!!!!!!! Bohong ah!!!!" Fira berlari bolak-balik melihat sana-sini.
"Selamat Ulang Tahun untuk Fira!!!!" Papa keluar dari persembunyiannya. Membawa kue tart besar dengan lilin berbentuk hello kitty membawa boneka bentuk angkan sebelas.
"Surprise for you!!! Fira, my honey!!!!" Mama membawa kotak kado besar lalu memeluk Fira dengan erat.

"Fira, kita bukan di RUMAH SUSUN. Tapi di... APARTEMEN!!!!" seketika, mulut Fira menganga lebar.
"Itu kado untuk kamu, tapi... itu karena Papa kerja disini juga. Sebenarnya, Papa bukan di kota sebelah. Papa bohong. Maaf ya.... Sekarang tiup lilinnya dong..." Papa menyodorkan kue tart ke depan Fira. Fira meniup lilinnya.
"YEEI!!!!" seru Mama dan Papa.
"Nih, kado dari Mama...." Mama menyerahkan kotak besar yang dibawa Mama tadi. Fira membukanya dan....
Isinya KOTAK!!! Bukan kotak biasa. Saat dibuka, hhmmm.... terdengar suara alunan musik yang merdu.

"Trims, Mama! Trims, Papa!" Fira memeluk Mama-Papanya. Mencium kedua pipi orang tuanya.
"Ayo, kita rayakan dengan royal tea, and biscuit!!!!!" Mama membawa nampan. Dengan tiga cangkir royal tea ang yummy biscuit! Hhhmmm...
"Happy Brithday To You!!!!"
Mulut Fira terbuka lebar (senyum).


Jumat, 11 Juni 2010

Titanic

Aku melihat... di youtube.....
Tragedi.... kapal yang.... menabrak gunung es....
Orang-orang.... tenggelam di.... lautan... bersuhu dibawah nol derajat.....
Betapa dinginnya.... saat itu.....

Kisah nyata.... yang dibuat film...
yang bisa... membuat orang... yang menontonnya.... menjadi menangis... deras....

Berawal dari ibuku yang menyuting aku saat membawakan lagu TITANIC dengan piano. Ibu memasukkannya ke facebook. Lalu, aku meminta ibuku untuk mendownload MP3 lagu TITANIC itu....
Ibuku, membuka youtube dan situs untuk mendownload MP3. Di youtube, ibu membuka lagu TITANIC yang berselang-seling. Lagu dan filmnya. Saat lagu itu selesai... ibuku berkata: "Hah... kapalnya nabrak es!" aku dan adikku yang sedang makan lalu ke kamar ibu, dan meminta ibu untuk mengulanginya.

Aku kaget.... jantungku berdegup kencang.... melihat kapal patah... yang patahannya itu menarik seluruh badan kapal.... ke dasar laut.....
Ada ibu yang memeluk keempat anaknya.... tidak menyelamatkan diri.... pasrah begitu saja... mati tenggelam di kapal itu.... ada juga sepasang suami-istri.... yang terbangun karena suara air yang deras.... tapi mereka... tidur kembali.... pasrah mati di situ.... dengan keadaan tidur....

Orang-orang yang... tenggelam.... banyak yang mengorbankan nyawanya.... untuk menyelamatkan orang lain... sungguh.....

TITANIC

Usap air matamu

Matahari hatiku telah terbenam...
Ku teringat akan kepergianmu
Aku berjalan perlahan-lahan
Menuju tujuan ini

Aku ingat-ingat
Masa lalu bahagia
Milik kita, bersama
Kutatap wajahmu, tuk terakhir kalinya
Kupeluk erat tubuhmu.....

Senyuman manismu, tak akan kulupakan

Usap air matamu, berhentilah menangis
Berdoalah saja, kita bisa bertemu lagi

Pelangiku, berjuta warna
Bintang-bintang beribu cahaya
Kita bersama, di antaranya....

Berdoalah saja.....
Kita bisa, bertemu lagi sahabatku....

NB:
bersama sama dengan sahabatku banyak (geng)
ini juga udah kubikin lagu lho!

Big family of cat


Kurang Popo, nih... (mana mau dia kalo ada Pon?!)

Jumat, 23 April 2010

Boneka buatan Sarti

"Gggrr...!!!!! Bosannya minta ampyuuunn...!!!!!!" Sarti menendang-nendang angin. Ia sedang berbaring di kasurnya.
"Mama juga, ke Jakarta ikut seminar. Papa, belum pulang kerja. Bi Asih, pulang kampung, anaknya sakit. Kak Fendi, baru pulang nanti malem dari kampus. Bosen-bosen-bosen.....!!!!!!!!!" Sari memukul-mukul dinding kamarnya.

Sarti keluar dari kamarnya dan menggerutu di ruang tengah. KRUYUK! Perut Sarti tiba-tiba berbunyi. "Masak mi, ah." Sarti ke dapur dan memasak mi instan sendirian. Ia menambahkan sedikit sambal di mangkuknya. Dan, walla! Mi buatan Sarti untuk sarti sudah siap! Sarti membawa mangkuk mi-nya ke ruang makan.

"Selamat makan, Sarti." Sarti mengambil garpu dan memakan mi dengan nikmat. Hawa yang dingin, ditembus oleh kuah mi yang hangat. Sarti dengan lahap memakai mi-nya. Saat mi sudah habis, Sarti mencuci piringnya.
"Home alone...." gumam Sarti saat mencuci piring. Selesai mencuci piring, Sarti masuk ke kamarnya.

"Makanan untuk keadaan daruratku. Oke, sebaiknya keripik kentang saja. Mungkin nanti sore, Papa membawa makanan untuk makan malam. Ini adalah keadaan darurat. Perutku masih minta diisi, tapi sudah tidak ada makanan. Dan mungkin, soda? Yap. Sudah lengkap. Saatnya menonton teve." Sarti menutup laci makanan darurat. Lalu berjalan ke ruang tengah dan menyalakan teve.

Sambil memakan keripik kentang dan meminum soda, tiba-tiba mata Sarti teralih ke benang wol yang bertumpuk-tumpuk di kamar Kak Fendi. Sarti mendekati benang wol yang sebukit semut itu. Sisa benang wol sebanyak ini, berarti benang wol yang asli masih banyak! Pikir Sarti. Sarti mematikan teve dan menelepon Kak Fendi.
"Halo, ada apa Sarti? Kakak sedang kuliah."
"Kak, sisa benang wol yang ada di kamar kakak, boleh Sarti ambil?"
"Ambil saja, Kakak juga bingung mau diapakan sisa benang wolnya. Pendek-pendek sih! Nggak bisa dipake deh."
"Boleh, kak? Terima kasih. Asslamualaikum."
"Wa'alaikum sallam."
Klik! Sarti menutup telepon. Sarti mengambil semua sisa-sisa benang wol itu dan membawanya ke kamar. Ia buang dulu bungkus keripik kentang dan minuman sodanya yang telah habis.

Di kamar, Sarti mengunci pintu dari dalam. Ia memandang wol yang kini bertumpuk di samping meja belajarnya. Sarti kebingungan. "Mau kuapakan ya? Aku tadi cuma menuruti perintah hatiku! Tunggu, berpikir! Pasti benang wol ini bisa dibuat sesuatu." Sarti berputar-putar menglilingi tumpukan benang wol. "Kain perca punya Mama! Ya, aku perlu itu!" Sarti membuka kunci pintu kamar, dan berlari ke kamar Mama. Ia mengorak-arik sebuah kotak yang dipenuhi kain perca. "Ah, tak ada gunanya memilih. Banyak sekali kainnya. Sebaiknya langsung kubawa!"Sarti mengangkat kotak itu dan diletakkan di kamarnya.

Sarti sudah menyiapan mata boneka, spidol, gunting, lem UHU, dan alat menjahit. Sekarang, Sarti sedang duduk sambil meminum air dingin. Lalu, Sarti mengambil satu kain perca yang lebar, dan segenggam benang wol sisaan. Kainnya dibentuk mangkok di tangan kanan. Benang wolpun dimasukkan ke mangkuk kain perca. Setelah itu, sisa mengkuk kain yang masih panjang, digunakan untuk membungkus. Pelan-pelan, Sarti menjahit bungkusan itu. Lalu, Sarti menempelkan mata boneka dan seutas benang wol yang dibentuk menjadi bibir tersenyum dengan lem UHU. Sarti mengambil spidol dan menggambar baju di boneka wol bungkus. Setelah itu, Sarti menggunting beberapa kain perca dan ditempelkan di boneka wol bungkus yang sudah ada pola bajunya. Tinggal di tempel.
"Nah, Boneka Wol Bungkus buatan Sarti sudah selesai...!!!!" Sarti membuat lebih banyak boneka Wol Bungkus. Sampai-sampai, sisa wol habis. Seperempat kain perca ibu digunting-gunting untuk baju Boneka Wol Bungkus.

Puas dengan Boneka Wol Bungkus buatannya, Sarti meletakkan dua puluh satu Boneka Wol Bungkus di ruang tamu. Bersamaan dengan itu, Papa pulang dan melihat ke arah Boneka Wol Bungkus.
"Wow, sayang. Itu boneka yang bagus sekali! Harganya memangnya murah, sampai kau beli dua puluh satu sebegini banyaknya?" Papa menepuk pundak Sarti.
"Papa, ini semuanya buatan Sarti! Namanya Benoka Wol Bungkus. Sisaan benang wol di kamar Kak Fendi dibungkus dengan kain perca Mama, lalu dijahit. Dan ditempeli mata boneka serta bibir tersenyum dari seutas wol. Satu lagi, bajunya juga dari kain perca milik Mama!"
GREK! Saat penjelasan Sarti selesai, pintu terbuka. Kak Fendi!
"Apa yang kau lakukan pada sisaan benang wol milik Kak Fendi, Sarti?" tanyanya.
"Membuat Boneka Wol Bungkus! Ini, bagus kan? Aku buat banyak sekali! yang ini keluarga kita. Ini aku, ini Kak Fendi, ini Mama, yang ini Papa. Yang disampingku ini, Bi Asih! Papa ambil Boneka Wol Bungkus Papa dan Mama. Taruh di kamar saja! Kak Fendi juga, Aku akan meletakkan Boneka wol Bungkus Bi Asih di kamarnya!" Sarti mengambil Boneka Wol Bungkus miliknya dan Bi Asih. Boneka Bi Asih diletakkan di meja kecil yang sering untuk tempat mukena dan Al-qur'an. Milik Sarti diletakkan di meja belajar.

Sarti dan Kak Fendi diajak makan malam diluar bersama Papa. Katanya untuk merayakan dua puluh satu Boneka Wol Bungkus buatan Sarti. Saat dibilangin seperti itu, wajah Sarti bersemu merah dan dia hanya meringis kesenangan.




Jumat, 12 Maret 2010

Pesta Siaga

Seminggu yang lalu, aku lomba Pesta Siaga. Aku dipilih. Aku sudah memakai seragam siaga, sudah lempangnya, semuanya sudah ku siapkan. Di sekolah, kami semua yang mengikuti Pesta Siaga didoakan semoga menang. Belum ada setengah jam, kami semua sudah disuruh masuk ke mobil untuk ke SD Kalongan, tempat di mana Pesta Siaga diadakan.

Sampai di sana, kami semua harus mencari tempat untuk menyimpan tas dan barang-barang untuk menari nanti. kami semua dibagi tas pramuka bertuliskan: Gudep Pramuka SD Isriati Moenadi. Aku mengisinya dengan selendang, jajan, alat tulis, dan minuman. Kami langsung upacara selama satu jam.

Setelah upacara, Barung Ungu (barung putri sekolahku), mulai mencari kedai. yang pertama, Kedai toleransi Agama. Aku menjadi cadangan. Jadi, aku hanya duduk menunggu. Setelah toleransi agama, kami berpindah menuju crazy ball: permainan melempar bola melewati holahop dan harus masuk keranjang. Aku berhasil memasukkan. setelah crazy ball, kami berjalan menuju kedai Pengetahuan Umum dan jabatan Mabi. Aku untungnya mengenal gunung Merapi. Aku meletakkan kertas Gunung Merapi di atas kertas Magelasng. Kami berjalan lagi. Setelah itu, aku tak tahu apa. Pokoknya, ada banyak kedai. Toleransi Agama, Hafalan surah pendek, Pengetahuan umum dan jabatan Mabi, pacuan bola, PBB, pentas budaya, dan lain-lain.

Kami sudah melewati semua warung. Tinggal menunggu ketua barung mendapat nilai. sambil menunggu, kami semua sholat di musola, membeli jajan... Akhirnya, pengumuman. Tetapi masih harus upacara lagi. Sekolah kami memutuskan untuk pulang dan istirahat di rumah.

Aku masih ingat saat mau menari di warung pentas budaya. Sudah antri, hampir dekat. Eh-eh-eh-eh.... Kok kasetnya nggak ada? Ternyata kasetnya masih di bawa Pak Adli terus nggak sengaja kebawa jalan-jalan. Jadi, kami semua nunggu duduk sambil protes. Ah, untuk setengah jam kemudian Pak Adli datang membawa kaset. Tapi masalahnya, sekarang kulitku makin item gara-gara menunggu di bawah terik sinar matahari.

Sepanjang perjalanan pulang, aku dan teman sebarung bernyanyi yel-yel tetang lalu lintas, kebersihan, wajib belajar, dan demam berdarah. Pokoknya, ini adalah Pesta Siaga yang tidak pernah kulupakan!

Sabtu, 06 Maret 2010

Main tebak-tebakkan#2

Tito mulai berpikir di tempat tidurnya.Apa yang ingin dia lakukan untuk berbuat kebaikan. Ia penasaran dengan apa yang akan diberikan Kak Vania.
Tiba-tiba, seorang nenek tua di depan rumah Tito meminta-minta. Tito langsung melonjak senang dan memberikan nenek tua itu makanan dan uang sebanyak tiga ribu. Karena hanya tiga ribu yang ia punya.
"Terima kasih nak, sekarang kau sudah berubah. Semoga tuhan mengasihimu...." Nenek tua itu pun melanjutkan perjalanan. Tito bingung, apa yang dimaksud nenek tua tadi dengan kau sudah berubah??? Ternyata, Tito beru menyadari. dirinya sangat pelit, nakal, dan sombong. Tito pun bangga dengan apa yang barusan ia lakukan. tito juga lupa dengan hadiah yang mau diberikan kak Vania.

tito tidur siang di sofa ruang tamu. Sambil menunggu orang tuanya pulang....

Sore harinya, Tito ke rumah Dania untuk meminta maaf. Di tengah jalan, seorang ibu setengah baya kesusahan membawa dua koper yang kelihatannya berat. Di kedua pundaknya terdapat dua kresek dari mini market. Tito langsung menghampiri ibu itu.
"Bu, biar saya bantu mengangkat barang-barangnya...."
"Tak usah, nak. Teerr..." Belum selesai kalimat ibu itu, Tito sudah mengangkat koper yang tadi diletakkan ibu itu saat menjawab ajakan Tito.
"Ibu mau ke mana?" Tanya Tito.
"Ke Jalan Mawar nomor 9. Tuh, di depan nak...." Ibu itu senang dengan tito yang membawakan dua kresek sekaligus satu kopernya. wajah ibu itu terlihat sangat cerah, karena lelahnya sedikit demi sedikit rasa capeknya hilang dibantu Tito.
Sampai di depan rumah ibu setengah baya, Tito meletakkan koper dan dua kresek di tanah. Keringat mengucur di badannya.
"Terima kasih, nak... ini, ibu beri sedikit uang...."
"Tidak usah bu, terima kasih..." tolak Tito.
"Kau tidak boleh menolah rejeki. Ambillah, untuk membeli minuman dingin. Sudah, sana pergi! Orang tuamu pasti menunggu di rumah." ibu itu mendorong tubuh Tito perlahan.
"Tapi..."
"Sudahlah, nak. Pergilah, Ibu ikhlas." Tito pergi membawa uang sepuluh ribu pemberian ibu tadi. Ia menunda ke rumah Dania karena hari mulai gelap.
Besok saja minta maafnya.... Batin Tito. Sampai di rumah, ia langsung mandi membersihkan keringatnya. Ia lalu meminum minuman dingin yang tadi ia beli.
Tak sia-sia aku berbuat kebaikan. Hatiku senang, aku juga menjadi bangga!

Senin, 01 Maret 2010

Makanlah sayur!

Bapak tukang mulai mengukur
Tikus rumah menggigit kawat
Anak-anak makanlah sayur
Agar tubuh sehat dan kuat

Kamis, 25 Februari 2010

Main Tebak-tebakan#1

"Huuu... Kakak! Aku tadi dipukul Tito gara-gara salah menjawab tebakannya!" Dania masuk ke kamar Vania. Vania yang sedang mengisi TTS langsung berhenti dan meletakkan pensilnya.
"Ada apa, dik?" Vania mengelus poni rambut Vania. "Sakit ya? Besok Kakak bicara sama Tito deh, biar nggak mukulin kamu lagi. Sekarang, dikasih minyak penyembuh dari nenek dulu ya. Semoga tidak memar dan benjol!" Vania memberikan minyak penyembuh pada dahi adiknya itu, lalu dibuatkannya teh hangat untuk menemani Vania di ruang tamu.

Tapi, Vania langsung ke rumah Tito untuk menasehatinya.
TOK! TOK! TOK!
"Ada apa Kak Vania? Perlu sama Tito atau orang tua Tito?"
"Kakak ada perlu sama Mama kamu, kalo nggak ada sama kamu aja ya, To!"
"Ya udah, kak. Masuk dulu yuk ke kamar aku!" Tito menutup pintu dengan kasar. Tito membetulkan letak kaca matanya. Walaupun seperti kutubuku, sebenarnya ia anak yang nakal dan bandel serta suka mengerjai orang.
"Tito, tadi kamu memukul adi kakak sampai biru ya?"
"Iya. Memang kenapa kak? kan salahnya sendiri nggak bisa jawab tebakanku. Padahal gampangnya minta ampun! Soalnya: bagaimana cara melompati monas? Masa, Dania nggak tahu jawabannya? Jawabnnya kan: lompat aja sendiri! Monas kan nggak bisa di lompati! Dania malah jawab'lompatnya harus lebih tinggi dari pada Monas!'"
"Tapi, adikku kan nggak tahu jawabannya jangan kamu pukul dong! Seharusnya, yang kalah gantian memberi pertanyaan, kan susah mikirinnya! yang tadi memberi pertanyaan, jadi yang menjawab! Atau, yang menang nggak memukul, tapi memberi pertanyaan lagi hingga jawabannya semua benar!"
"Iya, kak. Tito minta maaf..."
KEESOKAN HARINYA.......
"Aduh, kok Dania belum pulang sih, Vania! Cari adikmu dulu gih! Udah sore, Mama mau masak makan malam dulu!"
"Aduh! Jangan-jangan dikerjain Tito lagi. Harus ku beri pelajaran dengan halus!" Vania berjalan mengitari kompleks. Terlihat adiknya menangis di dekat kaki Tito. Tito tersenyum licik sambil memandang Dania.
"Dania! Kata kakakmu, sebelum jawabanmu benar, baru kamu boleh pulang or memberi pertanyaan untukku! Ayo! Gimana caranya masukkin gajah ke kulkas! Jawabannya gampang!"
"Hu...hu....hu... aku nggak tahu.... gajah kan nggak bisa dimasukin ke kulkas!"
"Payah! Ini pertanyaan lelucon! Jadi, jawabannya bisa nggak nyambung bisa juga nyambung! Pikirkan baik-baik! jawabannya seperti kalau kamu masukkin botol minuman ke kulkas!"
"A, a....ku nggak ngerti, To... beri aku kesempatan untuk berfikir di rumah!"
"No way, Dan....." Vania sudah berdiri di belakang Tito.
PLOK!
Vania memegang pundak Tito. Tito menghadap ke belakang.
"WA...!!!! Kak...kak Vania??!!!"
"Kamu apakan adikku lagi? Sini Dania!"
"Loh, lho? Katanya Kakak sebelum jawabannya....."
"Memang, tapi kalau bermain ingat waktu! Kalau kamu berhasil bermain secara lembut tanpa sekali pun nakal, akan aku berikan hadiah.
"Wah....."
"Kalau sehari kamu bisa melakukan satu kebaikan, teruskan ke hari esoknya. Kau tak kan pernah menyesal berbuat baik seperti itu..... Jadi, aku dan Dania pulang dulu. Ku tunggu kebaikanmu besok ya!"

Tito memandang Dania dan Vania yang perlahan-lahan pergi. Dania berharap, Tito bisa melakukan sebuah stau kebaikan atau lebih.....

Jumat, 05 Februari 2010

Terhibur nggak???

Setelah pelajaran bahasa arab, Pak Sodiq berkata di mikrofon yang ada di tingkat bawah.
"YANG IKUT DRUM BAND, MOHON MAAF. PAK ANWAR TIDAK BISA DATANG KARENA SAKIT. BERARTI, DRUM BAND MINGGU INI DILIBURKAN DULU... TERIMA KASIH"
Aku mendengarkan pengumuman itu dengan seksama.Teman-teman mengusulkan kita akan bersenang-senang bersama. Tapi, gimana ya???? Boleh juga sih. Tapi, aku dapet nomor buat telepon ojek. Akhirnya aku telepon di kantor TU. Tapi setelah dicoba beberapa kali, tetep nggak di angkat. Akhirnya, aku mengikuti teman-temanku untuk bersenang-senang.

Setelah ganti baju, kami langsung makan siang di warung makan. Lalu, kami ke mushola. Aku, Niemas, Reza, Vina, Ais, dan Dilla tercengang. Kaget sekali! Di teras mushola terdapat meja kecil yang disusun seperti ini: dua meja di bawah, satu meja di atas. Jadi kayak tempat duduk penonton gityu... benar-benar diduduki! Dan terlihat Syahda dan Salsa sedang siap-siap. Apakah ada acara? Tapi apa????

Aku akhirnya duduk di samping Billa. Umi membawa HP milik Syahda untuk merekam video.
"1, 2, 3..!!!!" Teriak para penonton. Syahda dan Salsa ternyata membuat acara show kecil-kecilan wushu. Bagus sekali ide mereka berdua. Kami terhibur melihat Syahda dan Salsa memperlihatkan wushu mereka. Tiba-tiba, aku memiliki ide bagus dan akan melatih kepercayaan diri penonton. Aku turun dan membisikkan ideku pada Salsa dan Syahda.
"Oke. Kami akan membuat acara show yang beda. Ada yang mau mementaskan sesuatu???? Selain aku dan Salsa????" Tanya Syahda lantang. Aku mengangkat tangan.
Ada yang lain??? Reza ke depan tapi hanya mau bernyanyi berdua bersamaku.
"Aku mau! Tapi aku maunya jadi presenter. Sama niemas dan Billa." Teriak Vina sambil mengangkat tangan. Boleh juga....

Aku dan Reza menunggu wushu Syahda dan Salsa selesai. Mereka membungkuk, penonton berteriak meriah SEKALI...!!!! Benar-benar seperti acara show di tivi!
Aku dan Reza maju ke depan. Kami menyanyikan lagu Bunda hingga selesai. Ada yang mbrambang gara-gara terharu. Pokoknya..... ya, gitu deh!

Aku dijemput ojek. Akhirnya, acara show selesai. AKu dapat hadiah es teh dari Syahda karena sudah memberi ide yang bagus.
"Idemu juga bagus. Biar orang-orang nggak mati kutu." Aku naik motor dan meminum es tehku.

TERHIBUR NGGAK??!!!

Selasa, 02 Februari 2010

Enid Blyton

Buku-buku tulisannya sangat sempurna. Bisa dibayangkan di pelupuk mata. petualangan bisa kita rasakan sendiri. itulah yang kurasakan saat membaca buku karya Enid Blyton.

Benar-benar mengagetkan. Awal aku tahu Enid Blyton adalah saat ibu membelikanku "lima sekawan". Judulnya, aku lupa. Pertama kali aku melihat buku tebal itu, aku langsung menolak untuk membaca. Tapi ibu memaksa. Akhirnya, kubaca sedikit demi sedikit. Walaupun awalnya banyak yang tidak aku mengerti. Setelah membaca satu buku penuh, aku minta dibelikan lagi dan ketagihan hingga membeli karya Enid Blyton lainnya.

Aku suka "lima sekawan", "malory towers", dan "Pasukan Mau Tahu".

Di lima sekawan, petualangan yang seru selalu terbayang. Ah... andaikan aku mengalami semua itu. Saat-saat paling menegangkan adalah saat aku membaca lima sekawan yang berjudul:kereta api hantu. Aku tidak akan membaca buku itu kalau sudah malam. Takut bermimpi buruk. Tapi benar-benar menegangkan.

Malory Towers, karena apa ya...??? Oh ya! Aku merasa sudah sekolah asrama walaupun sebenarnya tidak. Setelah membaca buku itu sebelum tidur, pasti aku bermimpi bersekolah di asrama dengan semua teman-temanku di sekolah nyata.

Pasukan Mau Tahu, ya pastilah tntang anak-anak yang ingin tahu! Di buku ini, menceritakan anak-anak yang mengalami... bukan petualangan. Tapi misteri. beda dengan lima sekawan. Di Pasukan Mau Tahu, kejadiannya ada di sekitar mereka dan isinya banyak pembantunya. Kalau di lima sekawan, tidak selalu ada tokoh baru yang membantu memecahkan misteri. Tunggu... kayaknya kebalik deh! Eh, ternyata bener kebalik. Sori yah... :P

Itulah sekilas ulasan dari karya-karya Enid Blyton.....

Sabtu, 23 Januari 2010

Makan-makan di sekolah

Saat aku mau keluar pintu rumah, baru kuingat, ini hari SABTU! Festival 4 sehat 5 sempurna di sekolahku! Untung aku bawa susu sama piring. Gimana kalau ayamnya? nggak keburu kan?

Aku mengambil kresek asal-asalan, membuka kulkas dan memasukkan enam botol susu. Lalu membuka rak piring dan mengambil enam piring. Masuk mobil, membawa tas plus persiapan.

Sampai di sekolah....aku telat. Aku meletakkan tas dan kresek berisi piring dan susu. Pelajaran Bahasa Indonesia pun dimulai. Hari ini belajar tentang cara membuat karangan! Agak-agak susah sih, dari pada yang kubayangkan. Tapi asyik lho! Anehnya, temen-temen yang lain pada nggak suka mengarang. Masa sih, mengarang yang seasyik itu tidak disukai? Lanjut...!!!!

Setelah pelajaran, kami disuruh memakai topi dan hasduk (seragam pramuka) untuk foto pembuatan KTA. Setelah kelas kami di panggil, kami semua berjalan menuju tempat foto. Yang pertama adalah AKU!

Setelah pemotretan, aku menuju ruang ekstra mewarnai. Aku cuma dapat setengah jam, soalnya yang belum foto KTA, belum boleh ekstra.

Sehabis memasukkan krayon dan pensil. Aku ke kelas dan mengambil kresek berisi piring dan susu, Aku susah payah membawanya ke bawah. Lalu, aku menyuruh temanku, Syahda menjaga bahan-bahannya. Aku mencari karpet. Sayangnya, semua karpet sudah habis bersih, sih, sih! Aku berkeliling sambil mencari ide. Akhirnya aku memutuskan memakai meja. Aku dan Syahda mengangkat meja yang ada di depan "mantan" kelas kami yang di bawah. Setelah meletakkan meja di bawah pohon, aku dan Syahda membersihkanh mejanya menggunakan sulak dan menggelar taplak yang ada di dalam loker mejanya. :P

Aku dan Syahda menata semua perlengkapannya. Syahda menyusun buah di piringnya, aku mengelap piring hingga bersih menggunakan tisu. Aku menumpuk enam piring. Buah Syahda juga sudah tertata rapi. Datanglah empat orang lain dari tim-ku. Wulan, Billa, Umi, dan Dilla. Wulan mengeluarkan tahu-tempenya yang asapnya masih mengepul-ngepul. Padahal sudah dari tadi pagi. Benar-benar aneh! Billa mengeluarkan kotak nasinya dan centongnya diletakkan di atas tutup kotak nasi. Dilla tak ketinggalan dengan ayam gorengnya yang kriuk! Dan sendok. Tinggal Umi. Lho, Umi dan Syahda di mana? Oh... ternyata! Ibu Umi mengantarkan sup ayamnya. Syahda tampak membawa panci besar mewah dengan ringan. Mungkin isinya dikit. Saat tim-ku menyicipi kuah sup, aku mengacungkan jempol. Benar-benar YUMMY!

"YANG SUDAH SELESAI TATA-TATA, DIHARAPKAN MENULIS NAMA ANGGOTA DAN NAMA KELOMPOK. NAMA KELOMPOK HARUS BARONG WARNA ATAU WARNA SAJA! JURI ADALAH BU FRESHTY DAN BU YOSI. DIHARAPKAN SELESAI SEPULUH MENIT LAGI!" Terdengar suara dari megaphone. Aku bergegas mengeluarkan selembar kertas karton putih dan spidol hitam. Aku menulis 'Barong Merah Putih' dan 'ANGGOTA'. Di bawahnya ku tulis nama teman-temanku dan aku sendiri. Di sampingnya, kugambar perempuan berkerudung dengan acungan jempol. Dan tulisan... 'Dijamin, enak, lezat, MAK NYUZZZZ..... dan sehat!'. Aku menekuk sisi atas dan bawah dan di letakkan di depan panci sup.

Menunggu setengah jam, akhirnya juri datang dan mulai bertanya-tanya.

"Ini apa?" Tanya juri sambil menunjuk panci.
"Sup." Jawab kami serempak.
"Boleh dicoba tahu-tempenya?" Kami berenam mengangguk.
"Tahu dan tempe mengandung apa?"
"Protein." Jawabku cepat.
"Protein apa?"
"Protein nabati."
"Kalau ayam goreng?"
"Lemak dan daging."
"Selain itu?" Aku tidak tahu. Aku menyikut Wulan, Wulan menyikut Umi, Umi menyikut Dilla.
"Protein Hewani."
"Bagus. Boleh mencicipi sup-nya?" Aku menyerahkan sendok kepada juri dan membuka tutup pancinya.
Bu Freshty mencicipi. Begitu juga Bu Yosi.
"Enak, dan gurih. Oke, boleh makan." Bu Freshty dan Bu Yosi meninggalkan meja tim kami dan menuju meja tim yang lain.
Aku mengambil sendok dan piring. Aku mengambil nasi dan supnya. Juga ayam dan tempe. Hhhmmm.... Pastilah delicious! Aku makan dengan lahap. Yang tersisa cuma ayam. Aku berjalan mencari mangsa.

"Ehm! Siapa yang mau ayam goreng?!" Teriakku lantang. Kelas enam yang sedang mengerubuti tim "BARONG UNGU" langsung berebutan. Agar aku selamat, aku asal melempar aja. Untung di tangkap. Gimana kalau jatuh ke bak pasir? Aku bakalan GUBRAKS!
Saat aku duduk di kursi, semuanya sudah selesai makan. Pak Woto datang dan bertanya:
"Boleh di makan ini? Nasinya masih banyak, supnya masih banyak, buahnya masih banyak, ayamnya juga, mau diapakan?"
"Kalau mau, panggil aja anak kelas enam pak. Makan siang gratis!" Ujarku. Pak Parwoto setuju, dan....
"ANAK-ANAK KELAS ENAM!!!! MAKAN SIANG GRATISS!!!!! AYOO...!!!!" Teriak Pak Parwoto. Anak kelas enam berebutan piring dan sendok, untung sudah dicuci. Yang tidak dapat, mengambil ayam goreng, tahu, tempe, buah, dan lain-lain. Setelah anak kelas enam mencari tempat makan sendiri-sendiri alias bubar dari stand kami. Aku membersih nasi yang berceceran. Dan membaca buku. Setelah itu, aku berjalan melihat-lihat stand aku juga dibolehin menyicipi. Ada yang lucu nih! (Bocoran, bocoran!)

Salah satu tim cowok di kelasku, makan nasi, sayur, dan lauk pake tangan! Aku tanyain deh.
"Eh, makan sayur kok pake tangan?"
"Habis aku lupa bagi tugas tentang bawa-membawa sendok!" Jawab Afi kesal. Aku hanya terkikik. (bagi yang nggak ketawa.... I'm sorry)

Setelah jalan berputar-putar, aku kembali ke stand-ku. Piring sudah tertumpuk alias sudah dikembalikan. Sendok juga. AKu menghitung tumpukan piring.
"Lho, kok cuma lima?" Tanyaku pada yang lain. Semuanya mengangkat bahu. Umi mencuci panci besar mewahnya dengan susah payah. Aku menunggu lima menit, akhirnya piringku dikembalikan.
"Nih! Piringnya sama sendok! Udah kucuci!" Semua piring yang sudah dikembalikan ternyata sudah dicuci semua! Thanks semuanya.... Aku tingga mengelap hingga kering menggunakan tisu. Lalu memasukkannya ke kresek. Aku beres-beres, yang lain menggotong kursi sama meja.

Waktunya pulang! Aku ber'doa sambil berharap piringku tidak pecah di tengah jalan nanti.

Terima kasih untuk anak kelas enam yang memborong stand kami! Makanan kami jadi tidak mubadzir! Guru-guru pramuka, yang membuat kami lebih mandiri dengan ini semua....

Rabu, 20 Januari 2010

Anak baru di sekolah dan di kelas

Ada anak baru di sekolahku. Masuk ke kelasku, yaitu 4A. Namanya Tii. Dia anak (agak) yang suka ngomong keras-keras di dekat telinga orang. Tapi omongannya selalu membuat diriku tertawa. Ternyata Tii anak yang lucu. Dia juga senang bergaul dan bercerita tentang sekolahnya yang dulu di Solo. Tentang sekolahnya yang dulu ada kantinnya, tapi Tii lebih senang di sekolahku karena halamannya lebih luas dan banyak pepohonan.

Tii anak yang pintar berbahasa inggris. Tii juga anak yang cepat menghafal. Seminggu yang lalu, ada pelajaran menghafal surah-surah pendek. Kali ini, Al Bayyinah. Ia langsung menghafalnya dari Jus Amma. Saat di tunjuk, ia benar-benar sudah mengahafalkannya.

Tii suka membaca sepertiku, Tii juga yang paling suka membaca komik buatanku. saat aku bilang sudah ada lanjutannya, pastilah Tii yang paling pertama meminjamnya. Tii memang anak yang asyik.

Kehadiran Tii membuat kelasku makin semarak. Anak perempuan senang padanya. Kadang ada yang kesel juga sih, dicuekin. Yang diperhatiin cuma si Tii. Tapi lama-kelamaan toh pasti jadi makin akrab dan tidak membedak-bedakan.

Sekian ulasanku kali ini. NB:Tii itu perempuan lho!

Selasa, 20-Januari-2010