Rabu, 25 Agustus 2010

Ikan Hias Sofie

Sofie menemani Ibu pergi ke pasar. Sofie dibelikan Ibu satu botol gelembung, satu cone gulali, dan satu cup kue gula. Lalu Ibu menghampiri sebuah penjual buah.
"Sofie, jangan kemana-mana ya? berdiri di samping Ibu aja.." Sofie menjawabnya dengan anggukan, sambil tetap terus melahap gulalinya. Sedangkan Ibu sibuk memilih buah.

Tiba-tiba, Sofie melihat penjual ikan hias yang sedang menjajakan dagangan. Sofie takjub melihat ikan cupang di akuarium yang berwarna oranye dan biru. Sofie juga melongo melihat ikan mas koki yang apabila terkena sinar matahari akan.... WUIH! Pokoknya cantik banget, deh...
"Abang! Yang ini harganya berapa?" panggil Sofie, matanya tetap menatap akuarium. Gulalinya sudah habis. Sekarang Sofie memakan kue gulanya.
"Oh, cupang itu lima ribu, Dik." jawab Abang penjual ikan.
"Tapi Sofie tidak punya uang.." kata Sofie polos.
"Kalau Adik tidak punya uang, tidak bisa beli!" jawab Abang lagi. Tapi kali ini dengan TEGAS!
Sofie cemberut. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia sangat ingin membeli kedua ikan tadi. Satu tetes air mata sudah membasahi pipinya.

"Sofie! Aduh.. dari mana saja kamu?" pekik Ibu cemas. Ibu mengangkat Sofie ke pelukannya.
"Sofie, kamu mau beli apa, ibu belikan. Asal jangan pergi lagi! Tadi kan Ibu sudah nyuruh Sofie biar tetep di samping Ibu?" Ibu menjawil hidung mungil Sofie.
"Maaf, Ibu... Sofie cuma pingin beli ikan cupang sama ikan mas yang ada di sana..." Sofie menunjuk kios yang tadi ia datangi.
"Oh.. ikan cupang dan ikan mas? Ya udah, kita beli yuk!" Ibu menurunkan Sofie dari gendongannya, lalu menggandeng tangan Sofie erat-erat.
"Asyik! Ibu baik, deh.." puji Sofie tulus. Senyuman di wajahnya mulai terlihat.

Akhirnya, Sofie membeli kedua ikan yang ingin ia miliki. Ikan cupang, dan ikan mas koki.
"makasih, Abang! Dadah..." Sofie melambaikan tangan pada Abang penjaga kios.
"Dadah, juga.." Abang tadi membalas lambaian tangan Sofie. Kali ini, ia tulus.
Sofie pun merawat kedua ikannya dengan baik. Sofie juga teratur memberi makan ikannya.
"Aku sayang kamu, Cupi. Aku sayang kamu, Mimi!"

Senin, 09 Agustus 2010

Sang Pemburu Hantu (bagian empat)

"Aku tak sabar lagi! Aku semakin semangat! Bagaimana kalai kita langsung ke ruangan pembuatan keripik kentang?" ujarku sambil menggendong Corell.
"Ya, boleh saja. Hei, apakah kau punya balsem? Kurasa, lututku ini tinggal diberi balsem aja, langsung sembuh," Corel mengorek-ngorek tasku. "masa kau sama sekali tidak membawa kotak P3K?" keluhnya.
"Yang kuingat, kita tidak pernah mengalami keadaan seperti ini. Tahu? Massy! Dimana tempat ruangan pembuatan keripik kentang itu?" kerapatkan lagi ear speakerku.
"Hhhmm... letaknya di belakang balkon. Di tingkat empat. Hei! Kenapa kau terburu-buru?"
"Sepertinya, di situlah sarang Kepala Hantu (kayak kepala sekolah aja!), jadi, kalau Pimpinan mati, otomatis yang lainnya datang, dan langsung lawan aja. Nggak usah muter-muter!" jawabku.
"Terserah kamu aja deh! Kamu kan yang menggantikan Anna sebagai ketua pimpinan. Jadi aku nurut. Kau sudah sampai di balkon?"
"Hai! Sekarang hampir terbit fajar! Kita harus membunuh semua hantu di rumah ini! Sebelum ada korban lagi!" pekik Corell. Dia panik.
"Tenang saja. Kita sudah sampai. Mau menunggu di sini?" tanyaku. Kuletakkan Corell, dan dia duduk. Bersandar. Ia pun mengangguk lemah.
"Kurasa, hari ini hanya aku dan Massy pahlawannya. Walaupun kau juga sedikit membantu." godaku.
"Huh... awas saja besok-besok!" Corell menendang ujung kaki.
"Hei, kalian! Cepatlah! Ini bukan waktunya untuk main-main!" bentak Massy.
Akhirnya aku membuka pintu kayu yang besar itu.

"KKRRIITTT!!!!!!" suara pintu berderit. Kututup telinga kiriku. Yang tidak memakai ear speaker.
"Fyuh... tuhan, selamatkan aku." bisikku pelan. Langkah demi langkah, kusibak tirai yang kotor dan berdebu.Dan langsung terlihat....
Banyak mesin sederhana yang terbuat dari kayu. Juga kursi goyang, yang bergoyang kencang. Hampir jatuh. Tapi sepertinya, kursi itu dikendalikan.... oleh hantu!
"HEI KAU! Keluar dari persembunyian! Secepatnya! Aku tak takut padamu!" teriakku kencang.
"Oh ya?" seseorang membisikkan kata itu di dekat telingaku.
"Kamu jangan sembarangan, Ellie! Kamu langsung loncat aja, sih...." bisik Massy bergetar.
"Siapa itu?" hantu itu mengagetkan lagi.
"Ini teman kecilku! Dia ada di telingaku! Dia akan membantuku, melawanmu! Dan... euph! lewph....eeppphh!!!!" rasanya aku seperti disekap.
"Kalau begitu... dia tidak boleh membantumu. Kau harus sendirian melawanku." kata hantu itu. Ear speaker tiba-tiba jatuh. Pelan. Tapi, ear speaker itu remuk. Hancur lebur. kabelnya putus semua. aku tak percaya ini.
"Sekarang, ada yang membantumu?" kata hantu itu dengan sombong dan penuh kemenangan.
"Memang tidak! Tapi, aku pasti bisa melawanmu! Dan, wow! aku kagum padamu. Sepertinya, kau hebat sekali..." pujiku tak tulus.
"Iya...aku sangat kuat! Aku berhasil menakut-nakuti semua pegawai di pabrik kentang ini. Sedangkan kau... sama sekali tidak menakutkan di mataku..." hantu itu mendekatkan wajahnya ke wajahku. Hii... wajahnya menyeramkan!

Perlahan-lahan... tapi pasti! Kutarik pistol jaringku. Tapi aku tiba-tiba tertaik ke depan. Kurasa, hantu itu ingin menghancurkan pistolku ini. Otomatis, kupencet tombol 'tembak'. Hantu itu memang kena jaring, tapi dia menembus jaring itu???!!! Baru kali ini, ada yang bisa menembus jaring bayangan ini.
"Bagaimana? Aku hebat kan? Sekarang, kau akan kalah!Dan botol ini, kuhancurkan! Anak buahku! Ayo makan!!!!!" teriak hantu itu. Sepertinya memanggil teman-temannya. Hii... bagaimana ini??? Sepertinya aku akan dimakan seperti kakak Bu Looley.
Hantu-hantu itu, yang kira-kira jumlahnya ada sepuluh lebih. Langsung menerkamku. Kututup mataku. Mungkin ini adalah akhir riwayatku... pikirku. Tapi ini tidak mungkin! hati nuraniku mengelak. Aku jadi bingung. Akhirnya aku pasrah, dan kujatuhkan diriku. Aku akan....
"Hya! CIATT!!! Hwa! Hwa! Hwa!" kudengar teriakan yang kukenal. Corell! Dia membawa sesuatu di tangannya. Bentuknya balok, tipis, dan dia memencet tombol. Dan bersamaan dengan itu, langsung terdengar bunyi; "JEPRET!"

"Apa itu? Kakimu sudah nggak sakit, apa?" tanyaku bingung.
"Diam! sekarang bantu aku! Cepat ambil pistolmu, dan botol hantu!" perintah Corell tegas.
"Baik!" aku hanya menjawab singkat, dan kulakukan perintahnya.
Aku menembakkakn jaring-jaring. Hantu-hantu itu, satu persatu tertangkap. Hingga semua anak buah Kepala Hantu tertangkap semua. Jaringku masih banyak. Jadi aku terus-terusan menembakkan jaring ke Kepala Hantu.
"Corell! Ini tidak mempan! dan jaringku, tinggal satu!"
"Biar aku yang lakukan!" Corell yang tadi duduk kelelahan, akhirnya berdiri susah payah. Kutarik lengannya. Kurasa, kakinya terkilir parah. Dan memar.
"JEPRET!" terdengar suara itu. Dan... Kepala Hantu itu langsung menghilang seketika.
"Kalian hebat! Kalian hebat! Kalian hebat!" puji Massy keras. Lewat ear speaker Corell tentunya.
"Ya, tentu saja kami hebat!" kami membusungkan dada.
Dan tentunya, tersenyum lebar!

Minggu, 01 Agustus 2010

Sang pemburu hantu (bagian tiga)

"Ellie!!!!! Corell!!!!! JAWAB! JAWAB!" Massy terus memanggil. Suaranya melengking di telingaku.
Lima menit kemudian, barulah bayangan yang berkelebat itu pergi. Aku terjatuh. Lututku lemas sekali. Tanganku tegang. Dan aku baru sadar, kalau Corell masih pingsan.
"Ellie! Bagaimana? Apakah kau tadi melihat bayangan yang berkelebat? Sekarang, bagaimana keadaanmu? Apakah aku harus menyusul? Oh... belum pernah aku mengalami misi seberat ini! Baru awal saja, sudah jatuh...." Massy terus bertanya dengan cemas.
"Aku tak apa-apa. Tetapi Corell.... dia pingsan! Mungkin dia sudah lama tak melihat hantu. Makanya dia kaget." jelasku.
"Oh, kalau begitu.... pakaikan Bau Penyengat!" usul Massy. Aku pun membuka tasku. Kukeluarkan sebuah botol berisi cairan. Yang baunya tidak sedap! Tetapi melegakan hidung. Ini dibuat oleh Maddy.
Kubuka botolnya, lalu kudekatkan ke hidung Corell.
"UHUK! UHUK! UHUK!" Corell terbatuk. "Oh... aku pingsan ya? Habis aku kaget sih! Aduh, aduh...." Corell memegang keningnya.
"kita lanjut yuk! Ke loteng. Mungkin banyak informasi disana." ajakku. Kutarik tangan Corell.
Kami pun berjalan menuju loteng yang ada di tingkat tiga.

"KRIEKKK......" aku membuka pintu. Debu langsung bertebaran dimana-mana. Saat kusorotkan senter ke dalam, banyak barang-barang yang tak terpakai. Diselimuti kain putih yang banyak terdapat sarang laba-laba.
"Wow. Kurasa, loteng di penginapan tak sekotor ini." gumam Corell. Aku mengangguk.
"Kalian sudah sampai loteng? Kalau sudah, kalian cari sofa besar. Sofa itu tidak ditutupi kain. Warnanya merah. Nah, kamu lihat ke kolong sofa. itu. Menurut GM-3000, disitulah salah satu sarang hantu. Diperkirakan, hanya ada satu hantu di loteng. Tapi kau harus mengendap-endap. Oke?" pesan Massy lewat ear speaker.
"Oke." jawabku dan Corell berbarengan.

Dan aku pun melihat sebuah sofa besar warna merah. Kutarik tangan Corell. Dia merintih sedikit, tetapi kutempelkan jari telunjukku ke depan bibir. Akhirnya dia mengerti. Kami segera merayap ke kolong sofa. Lalu.....
"HANTU ITU! HANTU ITU! Dia lari ke sana!" pekik Corell. Kami berlari ke arah yang ditunjuk Corell.
"TEMBAK! Tembak, Ellie! TEMBAK!!!" suruh Corell. Karena aku tegang, akhirnya Corell yang menembak. Bukan aku.
Corell segera menembak dengan tembakan hantu. Sayangnya, hantu itu gesit sekali! Kami jadi lari-larian kesana kemari. Aku sudah lupa pengalaman berburu hantu ini. Massy berteriak di ear speaker. Tapi kami tak mendengarkan. Kami sibuk mengejar hantu.
BRUK!!! "Ouch... sakit!" Corell terjatuh. dia sepertinya tersandung kabel yang diseret hantu itu.
"Dasar hantu JAHIL!" ejekku. Aku segera mengobati luka Corell. Saat aku ingin memasukkan obat luka ke dalam tas... tasku tak ada!
"Bagaimana ini... pistolku ada di dalam, begitu juga botolnya." kataku sedih.
"Pakailah punyaku dulu. Kau kejar hantu itu."
"Kamunya?"
"Aku tetap disini. Aku belum bisa lari, nih. Tapi kalau kamu mau keluar loteng, gendong aku ya?"
"Tapi.... ya udah, ah!" aku memakai tas milik Corell. Corell kududukkan di sofa merah itu.
Tapi saat Corell duduk, malah ada satu hantu lagi yang berkeliaran. Seperti kaget. Aku melongo. Aku segera mengejar hantu itu.
"Rasakan ini! HIAA!!! HIAA!!! HIAA!!!" kutembak hantu itu dengan peluru jaring. Tetapi hantu itu cepat. Cepat sekali! Secepat kilat!

"Kalau mau menangkapku, coba lebih keras lagi. Atau temanmu akan kumakan...." tiba-tiba hantu itu ada di depanku. Hii.... seram! Apalagi rajanya! Brr... bergetar tubuhku!
"Hei! apa yang kau lakukan? Cepat tembak hantu itu! Dia tidak bisa lihat ke bawah, pelan-pelanlah... TEMBAK DIA!" bisik Massy. Akhirnya, kutembak hantu yang masih ada di depanku itu dengan gesit. Walau masih ragu dan ketakutan.
"Ellie! Kau berhasil menangkapnya!" pekik Corell gembira.
Kubuka mataku. Soalnya, saat aku menembak, aku menutup mataku. Sudah lama banget sih, nggak nangkep hantu. Pokoknya, aku dah lupa rasanya memburu hantu. Sudah beberapa tahun yang lalu lamanya tak menangkap hantu.
Kuangkat jaring yang berisi hantu itu. Hantu itu memberontak, menggigit-gigit tali jaring. Tetapi tali jaring itu tak akan putus. Kecuali manusia yang membukanya. Kumasukkan ke dalam botol hantu. Jaring pun langsung tersedot.
"GREAT! Good job, Ellie! Okay, next. Second ghost. Come on,"