Jumat, 13 November 2009

Dokter Kecil


Hari Selasa, tanggal 10 November. Hari itulah aku bertugas menjadi dokter kecil, dimana pada hari itu juga, dilaksanakan imunisasi untuk kelas I, II, dan III. Teman bertugasku, Niemas. Mbak Wuyung, Aqila, dan Raihan. Tapi Aqila dan Raihan kelas III. Yang berarti mereka hanya bertugas di kelas. Mbak Wuyung kelas V. Dia bisa membantu, tapi sedang pelajaran di luar sekolah. jadi hanya aku dan Niemas yang bertugas pada hari Selasa itu.
Kami berdua bertugas membantu para dokter dari puskesmas. Seperti membujuk anak agar tidak takut di suntik, memberi permen, membagi obat, dan memegang lengan anak agar tidak kaku dan gemetaran.
Yang pertama di suntik adalam kelas II A. Niemas bertugas di kelas II B. Di II A, tidak ada yang menangis. hanya meringis kesakitan namun tidak menangis. Aku sibuk membukakan permen dan menyuapi permen. Ada yang bilang 'aku takut...', tapi selesai di suntik, dia ketagihan. 'kan enak dapat permen gratis!'. Setelah membagi obat, aku dan para dokter puskesmas berjalan menuju kelas III A. ya ampun! Saat aku masuk, sudah banyak anak yang menangis. Hampir semua anak perempuan.
Aku ebrusaha menenangkan mereka semua, aku jadi kewalahan. Mondar-mandir ke sana kemari. Membukakan permen dan menyuapi, membujuk, dan ada Hafiza. Anak tomboi. Tapi tangannya berlumuran darah. Mungkin kaku. Ia meringis kesakitan sambil memegang kapas.
"Yang sudah di suntik, boleh istirahat!" Kata Pak Adli, wali kelas III A. Audy yang dari tadi menangis meraung-raung berlari keluar. Aku ebrusaha mengejarnya dan membujuknya. Aku memegangi tangannya, Aqila memegang tangan kiri Audy. Aku tidak menekan tangannya, tapi kupegang sekuat tenaga. Kakinya bergerak menuju lututku, aku ditendang! Aqila kaget dan melepaskan tangann Audy. Aku meringis kesakitan. Aku masuk ke kelas itu lagi.
Icha, dia bersembunyi di balik meja paling belakang. Aku mengetahuinya kerena melihat kakinya yang memakai kaus kaki biru. Aku menggeser kursi dan mendekatinya. Memegang tangannya yang penuh dengan keringat dingin.
"Icha, kenapa takut disuntik? Habis disuntik kan kamu bisa lebih sehat terus nggak gampang sakit?...."
"Aku nggak mau! Takut! Sakit!"
"Nggak sakit kok, cuma kayak digigit semut angkrang. pernah digigit semut itu nggak?"
icha mengagguk.
"Rasanya sama kok, cuma yang ini suntik, bukan semut. Di suntiknya nggak ada 3 detik lho! Sebentar banget kan?"
"Tapi aku tetep takut..."
"Nangis nggak papa. Masak kelas III kalah sama anak kelas II? Kelas II tadi nggak ada yang nangis lho..." Icha masih terisak-isak, tapi tidak meraung lagi seperti tadi.
Aku memanggil dokter dan Pak Adli untuk menemui Icha di belakang. Saat dokter datang, Icha mulai meraung, aku memegang pundaknya agar sedikit rileks. Saat jarum suntik di masukkan, Icha berteriak. Saat diberi kapas, Icha mulai berhenti sedikit demi sedikit. Setelah memberi obat, aku keluar kelas dan berjalan di belakang dokter menuju kelas I A.
Di sana, anak-anak duduk dengan tenang. Bo Siti, wali kelas ! A memanggil nama anak di kelas I satu per satu. Aku membuka permen dengan gunting. Di anak yang ke 25, aku mulai pening. Aku menahannya sekuat tenaga hingga anak terakhir. Saat memberi permen, aku langsung berkata pada Bu Siti.
"Bu, aku pusing...."
"Cepat ke poliklinik ya..." Aku berlari pelan menuju poliklinik.
Saat di tanya aku kenapa oleh Mbak Wuyung (yang sudah selesai), aku tiduran duku di kasur. Dan aku menjawab.
"Aku pusing. Gara-gara anak kelas III A yang nangis terus. Tangisannya terngiang-ngiang di kuping ku terus..."
" Ya udah, tak kasih minyak kayu putih dulu ya..." Mbak wuyung mengoleskan minyak kayu putih di bagian kiri dan kanan kepalaku, kaki dan perut.
"Istirahat sebentar, pasti sembuh..."
10 menit kemudian, aku mencoba duduk. Aku tidak sakit lagi. Niemas memberiku minum. Aku masih duduk di tempat tidur dan mencoba berjalan. Aky tidak lemas lagi setelah diberi jajan oleh Niemas.
Tiba-tiba ada anak yang berjalan dengan kaki kanan yang terseret. Lututnya berdarah. Setelah dibersihkan dengan tisu basah, lalu diberi betadin dan diberi hansaplast. Anakk itu duduk di poliklinik sampai istirahat selesai. berarti tugasku sudha cukup di sini. Nanti saat istirahat kedua, aku bertugas lagi di sini. Aku dan niemas membantu anak itu berjalan menuju kelasnya.
Ternyata jadi dokter kecil itu susah ya?


4 komentar:

ibu mengatakan...

walah, jadi dokter sekaligus jadi pasien karena kecapekan, kasihan...


hebat deh para dokter kecil. jempoll!

Tyas mengatakan...

wah mba ibit hebat ya
bisa menenangkan anak2 yang lebih kecil usianya
udah gitu penuh pengabdian, sampe ditendang segala dan sempat ikutan sakit
cocok jadi dokter beneran

salut buat mba ibit :)

iway disini mengatakan...

weleh dokternya kecapean, dokter juga perlu istirahat kan mbak? menolong temen pun perlu istirahat, trus mbak ibit kapan disuktiknya??

Aldinshah Vijayabwana mengatakan...

Susah juga, kalau aku pas hari itu tugas, mesti dah nyerah