Selasa, 04 Agustus 2009

Bobo

Itulah majalah kesukaanku dari kelas satu SD. Aku mulai langganan sampai sekarang. Mau tahu kenapa? Begini ceritanya. Dengarkan baik-baik. Oke??

Aku sedang sholat Maghrib di tingkat dua. Setelah sholat, aku memandang gudang di samping ruang sholat. Berantakan sekali! Bereskan saja! Aku mengambil sapu dan ekrak. Aku merapikan buku, koper (ditaruh di gudang. Biasanya nggak kan?), data, alat prakarya, dan lain-lain. Setelah benar-benar rapi dan bersih, aku duduk sambil mengambil nafas dalam-dalam.

Terdengar suara mobil dan pintu rumah terbuka. Ah... ternyata bapak sama ibu telah pulang. Aku menengok ke bawah. Karena masih capek. Ibu ke atas membawa majalah Bobo. Aku melihat ke edisi berapa? Ternyata 52! Seri antariksa! Aku membuka-buka. Biasanya aku nggak suka membaca buku. Entah kenapa, aku membaca Bobo dari awal sampai habis dan tak ada yang tersisa. Aku heran sendiri. Mengapa aku bisa membaca tulisan yang begitu panjangnya di sebuah majalah anak-anak? Aku meminta Ibu agar aku bisa berlangganan majalah Bobo itu. Dan saat itu, aku menjadi suka dengan buku. Sampai sekarang pun, aku masih berlangganan majalah Bobo.

Begitulah kisah mengapa aku bisa berlangganan Bobo. Selain itu, karena majalah Bobo. Aku menjadi suka membaca buku. Bobo itu adalah majalah anak-anak yang paling top! Kalau anak SMP baca Bobo, boleh kok! Malah, ada orang tua yang masih membaca majalah Bobo. Bangga sekali aku bisa menjadi pembaca Bobo. Aku juga senang dengan cerita serialnya, Li-el. Bobo, tetaplah mengambangkan majalah anak-anak. semakin lengkap, semakin baik!

3 komentar:

warm mengatakan...

salam kenal, ibit
eh om aja sampe segini masih suka baca bobo, kok :D ..
malah suka rebutan sama anak om hihi

Aldinshah Vijayabwana mengatakan...

Sama Bit, walau kata ibuku aku udah ga boleh baca majalah aku masih baca bobo, bahkan kadang sampai bertengkar rebutan ama Faris

ibit mengatakan...

iya, majalah Bobo emang menarik!!!