Selasa, 12 Juni 2012

Pagi Kuning Keemasan #15HariNgeblogFF2


Ibu mendorong kursi roda Rita, lalu membopong Rita dan menidurkan Rita di atas kursi panjang yang terbuat dari rotan. Ibu duduk di kursi yang letaknya dekat dengan kaki Rita. Rita memiringkan kepalanya ke kiri. Tampak pemandangan sunrise yang luar biasa indah.
Baru pertama kali Rita melihat pemandangan seperti ini. Sebelum Rita mengidap penyakit penyakit pernafasan, Rita juga tidak bisa melihat sunrise. Karena tempat tinggal Rita ada di tengah-tengah ibu kota yang penuh sesak dengan gedung-gedung pencakar langit.
“Rita, apakah pemandangannya indah?” tanya Ibu.
Sejenak, Rita menghirup kesejukan udara di Pulau Lengkuas, Belitung. “Indah sekali, Ibu. Ini mungkin yang pertama dan terakhir untuk ku. Iya kan, Bu?”
“Hush! Tidak boleh mengatakan yang tidak-tidak!”
“Tapi kata dokter, aku akan meninggal dua hari lagi….”
“Kamu tidak boleh percaya kata-kata dokter! Hanya tuhan yang menentukan hidup dan mati. Biasanya, kalau kamu  teguh dan tidak percaya kata dokter, akan terjadi keajaiban. Kau akan sembuh!”
“Aku akan mencoba untuk tidak percaya….”
Dan percakapan mereka berhenti disitu.
Rita menghela nafas. Tiba-tiba, Rita tercekat. Sesak! Aku sesak nafas!
“I…. bu….” Rita menggapai-gapai. Ibu yang baru menyadari keadaan Rita langsung ke dalam. Mengambil inhaler. “Ce…p..attt…. I…buu…..” suara Rita makin tidak terdengar. Nyaris seperti bisikan.
Ibu datang membawa inhaler. Ibu langsung membantu Rita duduk tegak dan mengangkat dagunya. Rita membuka mulutnya, saat bagian mulut inhaler masuk, Rita merapatkan bibir. Ibu menyemprotkan obat. Lalu Ibu menarik inhaler dan membiarkan Rita bernafas. Dia menggeleng cepat. Rita masih sesak nafas!
“Tunggu beberapa detik lagi…” ujar Ibu.
Belum genap 30 detik, Rita masih mencoba untuk tenang dan bernafas. Tapi… tiba-tiba Rita tak bisa bernafas. Dia coba lagi, tetap tak bisa bernafas!
“I…bu… tak… bi…sa…” rintih Rita sambil berusaha menahan nafas. Ibu yang sibuk mengocok-ngocok inhaler langsung menaruhnya ke dalam mulut Rita.
“Tak… ada… guna…nya… hhhh… hhh…”
“Kamu… nggak bisa…???” tanya Ibu lirih.
Rita mengangguk. Lalu jatuh ke kursi rotan.
“Nak, nimatilah sunrise mu dulu. Jangan ditinggal… Masih ada waktu untuk melihatnya…”
Rita tersenyum. Dan menatap sunrise yang nyaris berakhir untuk terakhir kalinya. “Maaf, Ibu…” Rita sudah tak bisa menahan nafas. Dan dia rasa, Rita akan menghembuskan nafas terakhir…. Dan menutup mata.



Cut! Rita, aktingmu sangat bagus!” sutradara bertepuk tangan. Semua bertepuk tangan. Termasuk pemeran ‘ibu’ Rita. “Kau seperti benar-benar sedang sakit dan akan meninggal!”
Tapi yang ditepuk tangani masih tetap memejamkan mata. Suara tepuk tangan pun hilang.
“Rita! Jangan bercanda!” teriak sutradara.
Tapi, tiba-tiba Rita terjatuh ke lantai dan hidungnya mencium lantai dengan keras. Dan, tak ada reaksi.
*******************************************
Pas membuat cerita ini, aku membuka-buka banyak referensi. Aku membuka 'cara menggunakan inhaler', 'alat bantu untuk orang yang berpenyakit pernafasan'.... awalnya malah 'penyakit pernafasan', 'kanker paru-paru', 'penyakit asma akut'.... Tapi akhirnya disini kutulis 'penyakit pernafasan'.
Semoga suka dengan cerita ini ya!

2 komentar:

ibitsukma mengatakan...

glek.... setelah baca-baca cerita di blog lain. aku baru sadar... aku benar-benar menyimpang dari ceritanya! di sana nggak ada penginapan, eh, seenaknya aja aku bikin penginapan disini.... AHH!!!! Masa bodo!

Anonim mengatakan...

serius!! tapi aku suka banget ceritanyaaaa!!
hebaaat ;)