Ibu
mendorong kursi roda Rita, lalu membopong
Rita dan menidurkan Rita di atas kursi panjang yang terbuat dari rotan. Ibu duduk di
kursi yang
letaknya dekat dengan kaki
Rita. Rita memiringkan kepalanya ke kiri. Tampak pemandangan sunrise
yang luar biasa indah.
Baru
pertama kali Rita melihat pemandangan seperti ini. Sebelum Rita mengidap
penyakit penyakit pernafasan, Rita juga tidak bisa melihat sunrise.
Karena tempat tinggal Rita ada di tengah-tengah ibu kota yang penuh sesak dengan
gedung-gedung pencakar langit.
“Rita,
apakah pemandangannya indah?”
tanya Ibu.
Sejenak, Rita menghirup kesejukan udara di
Pulau Lengkuas, Belitung. “Indah sekali, Ibu. Ini mungkin yang pertama dan
terakhir untuk ku. Iya kan, Bu?”
“Hush! Tidak boleh mengatakan yang tidak-tidak!”
“Tapi kata dokter, aku akan meninggal dua hari
lagi….”
“Kamu tidak boleh percaya kata-kata dokter!
Hanya tuhan yang menentukan hidup dan mati. Biasanya, kalau kamu teguh dan tidak percaya kata dokter, akan
terjadi keajaiban. Kau akan sembuh!”
“Aku akan mencoba untuk tidak percaya….”
Dan percakapan mereka berhenti disitu.
Rita menghela nafas. Tiba-tiba, Rita tercekat. Sesak! Aku sesak nafas!
“I…. bu….” Rita menggapai-gapai. Ibu yang baru
menyadari keadaan Rita langsung ke dalam. Mengambil inhaler. “Ce…p..attt…. I…buu…..”
suara Rita makin tidak terdengar. Nyaris seperti bisikan.
Ibu datang membawa inhaler. Ibu langsung membantu
Rita duduk tegak dan mengangkat dagunya. Rita membuka mulutnya, saat bagian
mulut inhaler masuk, Rita merapatkan bibir. Ibu menyemprotkan obat. Lalu Ibu
menarik inhaler dan membiarkan Rita bernafas. Dia menggeleng cepat. Rita masih
sesak nafas!
“Tunggu beberapa detik lagi…” ujar Ibu.
Belum genap 30 detik, Rita masih mencoba untuk
tenang dan bernafas. Tapi… tiba-tiba Rita tak bisa bernafas. Dia coba lagi,
tetap tak bisa bernafas!
“I…bu… tak… bi…sa…” rintih Rita sambil berusaha
menahan nafas. Ibu yang sibuk mengocok-ngocok inhaler langsung menaruhnya ke
dalam mulut Rita.
“Tak… ada… guna…nya… hhhh… hhh…”
“Kamu… nggak bisa…???” tanya Ibu lirih.
Rita mengangguk. Lalu jatuh ke kursi rotan.
“Nak, nimatilah sunrise mu dulu. Jangan ditinggal… Masih ada waktu untuk melihatnya…”
Rita tersenyum. Dan menatap sunrise yang nyaris berakhir untuk
terakhir kalinya. “Maaf, Ibu…” Rita sudah tak bisa menahan nafas. Dan dia rasa,
Rita akan menghembuskan nafas terakhir…. Dan menutup mata.
“Cut! Rita, aktingmu sangat bagus!” sutradara bertepuk tangan. Semua bertepuk tangan. Termasuk pemeran ‘ibu’ Rita. “Kau seperti benar-benar sedang sakit dan akan meninggal!”
Tapi yang ditepuk tangani masih tetap
memejamkan mata. Suara tepuk tangan pun hilang.
“Rita! Jangan bercanda!” teriak sutradara.
Tapi, tiba-tiba Rita terjatuh ke lantai dan
hidungnya mencium lantai dengan keras. Dan, tak ada reaksi.
*******************************************
Pas membuat cerita ini, aku membuka-buka banyak referensi. Aku membuka 'cara menggunakan inhaler', 'alat bantu untuk orang yang berpenyakit pernafasan'.... awalnya malah 'penyakit pernafasan', 'kanker paru-paru', 'penyakit asma akut'.... Tapi akhirnya disini kutulis 'penyakit pernafasan'.
Semoga suka dengan cerita ini ya!
2 komentar:
glek.... setelah baca-baca cerita di blog lain. aku baru sadar... aku benar-benar menyimpang dari ceritanya! di sana nggak ada penginapan, eh, seenaknya aja aku bikin penginapan disini.... AHH!!!! Masa bodo!
serius!! tapi aku suka banget ceritanyaaaa!!
hebaaat ;)
Posting Komentar